Berkunjung ke Jambi berarti mengorbankan diri menjadi sasaran hujan pertanyaan yang sama, apa yang engkau cari di Jambi? Atau lebih kasarnya, ngapain sih ke Jambi?
Jambi memang bukan tujuan wisata yang lumrah. Jangankan secara nasional, di Sumatera saja pamornya kalah jauh dibandingkan provinsi-provinsi tetangganya. Padahal Jambi punya banyak titik wisata. Hanya saja karena lemahnya pengelolaan, destinasi-destinasi wisatanya terbengkalai. Mengharapkan kelayakan wisata di Jambi adalah dongeng sebelum tidur.
“Pemerintah kami tidak mengurusi pariwisata,” keluh Tantri sambil sibuk memainkan teleponnya, “Tidak menguntungkan kata mereka. Sama seperti pemerintah Riau, pemerintah Jambi lebih senang mengurusi minyak bumi, gas bumi, batu bara, kelapa sawit, maupun getah karet. Semua jelas lebih menguntungkan daripada membangun pariwisata yang butuh berpuluh-puluh tahun.”
Tantri benar. Jambi tidak main-main dengan perkebunan dan pertambangan. Provinsi di jantung Andalas ini mempunyai 400 ribu hektar perkebunan sawit dan 600 ribu hektar perkebunan karet. Terdapat lebih dari satu milyar meter kubik cadangan minyak bumi di provinsi ini, ditambah tiga kali lipat lebih banyak lagi cadangan gas bumi, dan 18 juta ton cadangan batu bara. Rentetan numerik fantastis yang terang saja membuat mereka memandang pariwisata dengan sebelah mata, alias bisnis recehan.
Namun jangan salah. Selama ini pariwisata Jambi senantiasa dipromosikan justru oleh para partikeliris macam Tantri. Banyak anak-anak muda Jambi yang getol mempromosikan pariwisatanya, meskipun dari sisi pemerintah mungkin kurang dilirik.
“Selamat datang di Jambi,” kata Tantri lagi, “Nanti kalian kontak-kontak sama Bang Isna. Di Jambi banyak wisatanya, tapi sayang jauh-jauh juga jaraknya satu sama lain.”
Dan demikianlah Wahyu dan saya akan menghabiskan dua hari di kota Jambi. Sebelum melanjutkan satu perjalanan melelahkan menuju Sungai Penuh. Soal destinasi wisata, foto di atas cukup menjawabnya.