“Mau ke Batu Pahat, Malaysia?” tanya si ibu penjual di warung kecil yang terlihat miring seakan-akan hendak rubuh itu. Saya menggelengkan kepala sembari tersenyum simpul.
“Tidak, Bu. Saya sengaja ke sini untuk melihat Selatpanjang,” jawab saya singkat.
“Aneh. Baru kali ini saya dengan orang jauh-jauh datang dari Jakarta untuk main ke sini,” kata ibu itu terlihat setengah tidak percaya, “Tidak ada yang bisa dilihat di tempat ini.”
Selain orang Bali, rata-rata orang Indonesia tidak sanggup melihat daya tarik daerahnya, entah mengapa. Namun bagi saya Selatpanjang begitu memukau. Dengan makanan khas yang tiada duanya dan kultur Tionghoa yang kental berbaur dengan gaya hidup Melayu.
Sepiring mie sagu dihidangkan di depan hidung saya, makanan khas Selatpanjang. Bau semerbak tercium mengingatkan bahwa saya belum makan sejak pagi. Sebenarnya boleh dibilang rasa khas Melayu tidak terlalu sepadan dengan lidah saya, namun lapar membuat saya cukup berselera.
Mie sagu dihasilkan langsung dari tepung sagu yang kenyal khas Riau. Di atasnya diberi taburan sayur mayur dan ikan bilis. Delikasi ini populer lantaran sagu memang tumbuh bebas dengan liar di sudut-sudut Kepulauan Meranti, sehingga memudahkan proses pembuatannya. Bagi saya, ini adalah sambutan yang sempurna dari Selatpanjang. Selamat datang di Kepulauan Meranti!