“Di seberang sana itu Bengkayang,” sahut Rizal seraya memamerkan ilmu geografi lokalnya. Saya hanya mengangguk sambil sibuk membidikkan kamera ke arah kejauhan. Gunung Pasi adalah tinggian di selepas Singkawang, sebuah bukit yang didapuk sebagai atap kota.
Di kejauhan saya melihat baris-baris pelat logam berwarna keperak-perakan berkilauan di tengah hamparan rerumputan hijau dan hutan runduk.
“Oh, itu kandang babi,” jawab Rizal anti-klimaks, “Memang kandang babi di situ ada dinding seng besar-besar jadi kelihatan mengkilap seperti itu.”
Singkawang memang disebut-sebut dalam literatur kuno sebagai “kota yang diapit gunung dan pantai”. Sudah barang tentu Gunung Pasi adalah gunung yang dimaksud, sementara Laut China Selatan sudah jelas terpapar di seberang sana.
“Sekarang kita naik ke sana, masuk ke vihara di belakang sini,” ajak Rizal memandu saya berjalan tanpa alas kaki melintasi halaman vihara yang berlantai marbel. Namanya Vihara Surga Neraka.