Berkunjung ke Tana Toraja

Alih-alih tidur di sepanjang perjalanan, saya justru menyibukkan diri dengan buku. Meskipun bus dari Makassar ke Rantepao punya kursi yang tebal empuk seperti sofa ruang tamu, keingintahuan saya tentang Toraja memaku kedua mata pada catatan-catatan kultural perihal tanah mistis ini.

Hari itu saya bersama Rudy berkunjung ke Tana Toraja. Sebuah kunjungan perdana yang boleh dibilang nekat lantaran minim persiapan, cekak bekal, dan tanpa informasi. Satu-satunya panduan jalan hanyalah selembar peta yang kami beli di terminal bus Panaikang sore kemarin.

“Tenang saja,” terang saya pada Rudy yang kebingungan mencari hotel, “Rantepao berulang kali menyelenggarakan banyak festival Toraja, jadi pasti kota ini banyak hotel.”

Bukan hotel yang saya khawatirkan, sejujurnya. Melainkan kendaraan. Pertanyaan terbesar yang berkecamuk di dalam benak saya adalah mampukah kami mengunjungi titik-titik terpenting di Tana Toraja dengan keterbatasan waktu yang hanya dua hari satu malam ini?

Ini merupakan kunjungan perdana saya ke Tana Toraja. Boleh dibilang cukup terlambat lantaran teruntuk seorang penjelajah jauh seperti saya, destinasi primer seperti Toraja seharusnya menjadi prioritas sejak dulu-dulu. Entah mengapa baru kali ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke tanah yang mengglorifikasi kematian manusianya ini.

Maka mulailah saya serta Rudy berjalan berdua menyusuri jalanan utama Rantepao yang ruwet semrawut dan riuh dengan kendaraan yang menuju ke segala arah. Perjalanan yang sah-sah saja dibilang agak menyebalkan karena trotoar nyaris non-eksisten.

“Berhenti dulu,” pinta saya kepada Rudy seraya mengeluarkan peta lusuh berukuran sebesar taplak meja, “Kita coba cek di peta dulu. Di sekitar sini ada banyak homestay, mungkin kita dapat memilih salah satu yang agak layak untuk manusia.”

Pilihan jatuh kepada Wisma Maria. Pertimbangan utama adalah lokasinya yang agak tersembunyi meskipun tidak jauh dari pusat kota. Dengan ini kami bisa mudah menjangkau pusat kota tanpa harus berbising-bising dengan orkestra klakson kendaraan yang menyesaki udara. Demikianlah petualangan kami di Toraja dimulai.