Wangi mawar semerbak berbaur dengan bau-bauan asap rokok dan pengapnya gua Londa. Dua tengkorak tergeletak di sebuah permukaan datar peti kayu yang basah, dikelilingi oleh beberapa jumput bunga merah yang masih baru. Saya menatap Pak Timotius tanpa mengucapkan sepatah kata pun, namun nampaknya dia menangkap maksud saya.
“Oh, yang dua itu,” jawabnya seakan-akan mampu membaca isi pikiran saya, “Di Londa, kita biasa menyebutnya Romeo dan Juliet, mereka berdua bunuh diri karena masalah percintaan yang tidak direstui. Satu dari keluarga bangsawan dan satu lagi dari rakyat jelata.”
Atau saya lebih suka menyebutnya Romi dan Yuli.
Konon Romi dan Yuli dari Sulawesi Selatan ini memutuskan untuk gantung diri di sebuah pohon besar ketika keluarga mereka tidak merestui hubungan lintas sosio-ekonomi itu. Sepeninggal mereka berdua, keluarga memutuskan untuk menguburkan mereka dalam satu peti. Belakangan keluarga mereka pula yang memutuskan untuk mengeluarkan kepala mereka dan menaruhnya di atas peti kayu, entah dengan tujuan apa.
Mau tidak mau, suka tidak suka, boleh tidak boleh, keberadaan dua sejoli yang bernama asli Lobo dan Andui ini menambah sohor kuburan Londa. Bahkan tidak jarang banyak pesinggah yang secara khusus menanyakan ihwal keduanya. Pak Timotius pun melempar senyum pada kami dan menimpali, “Ya, begitulah. Memang dua kerangka itu yang paling terkenal di Londa.”