Masam. Masyarakat arkipelago Riau memang punya kesenangan menyantap delikasi kecut-kecut seperti sup ikan ini. Soalan asam pedas atau asam manis tidaklah penting, asalkan masih asam.
Saya menikmatinya. Sejak berada di Batam, hingga berada di Tanjungpinang, sup ikan menjadi hidangan favorit dan konsisten. Lazimnya, daging yang digunakan di dalam sup ikan ini berasal dari ikan tenggiri, kemudian direndam kuah sup bening berkaldu, kadangkala dengan rajangan cabe rawit. Rasanya asam berbaur asin dan pedas, dengan aroma yang kuat menyeruak.
Malam tadi, Hasyim menemani saya bercengkerama di Pinang City Walk. Obrolan cekakakan menghiasi pertemuan kami. Mulai dari pengalaman seputar Pulau Penyengat, hingga berbalas dengan pemahaman histori Kepulauan Riau dan bagaimana Bahasa Indonesia lahir dari tanah ini.
Hingga hampir pukul dua dini hari, Pinang City Walk masih ramai. Meskipun beberapa kios sudah mulai melipat dagangannya. Saya berpamitan dengan Hasyim, berjalan menuju ke hotel yang tidak jauh dari tempat makan kami. Esok hari saya harus sudah berpisah dengan kota cantik ini.