Salah satu niatan saya mampir Medan adalah untuk mencoba kereta bandaranya. Lama rasanya sudah saya tidak singgah ke kota ini. Tempo hari bandara yang saya darati adalah Polonia yang semrawut serta sumpek di tengah-tengah kota.
Kuala Namu berbeda. Bukan hanya rancang bangunnya yang modern dan luasan arealnya yang jauh lebih masif daripada Polonia, bandara internasional ini juga merupakan bandara pertama di Indonesia yang punya jalur kereta api terintegrasi. Kereta api yang menghubungkan antara Kuala Namu dengan stasiun sentral kota Medan beroperasi di bawah payung Airport Railink Service.
Kondisi keretanya pun prima, lebih baik daripada KLIA Express yang ada di Kuala Lumpur. Lebih mirip kereta bandara Incheon di Korea Selatan. Hanya saja bedanya, kereta Kuala Namu ini rasanya berjalan lebih lambat daripada kompatriotnya di Korea.
Setiap harinya kereta Kuala Namu ini melakukan perjalanan bolak-balik dari Stasiun Medan ke Bandara Internasional Kuala Namu sebanyak dua puluh kali. Waktu tempuh dari kota ke bandara mencapai tiga puluh menit, sebaliknya dari bandara ke kota biasanya agak lebih lama. Namun dari pengalaman saya kemarin waktu tiga puluh menit tidak terlalu terasa karena saya habiskan untuk membaca majalah yang memang disediakan untuk para penumpang.
Kesan saya mencoba kereta bandara adalah positif. Sangat positif. Bahkan saya merasa pola yang sama sangat cocok apabila diterapkan di sejumlah pelabuhan udara di Indonesia, misalnya Jakarta, Surabaya, Makassar, maupun Banjarmasin. Sementara untuk kota-kota yang bandaranya dekat dengan pusat kota, seperti Bandung dan Balikpapan mungkin belum cocok. Meskipun kelak saya rasa Bandung perlu kereta bandara juga ketika pembangunan Bandara Internasional Kertajati di Majalengka tuntas.
Bandara Internasional Kuala Namu dinaungi kolom-kolom baja megah, mengingatkan saya pada Bandara Internasional Chek Lap Kok di Hong Kong. Persis. Soal kualitas, memang masih perlu banyak berbenah di sana sini. Namun setidaknya ini awal yang baik.