Jadwal penerbangan hari ini cuma tiga. Dua dibatalkan. Artinya tinggal satu penerbangan yang masih beroperasi, atau setidaknya belum dibatalkan hingga saat ini, penerbangan saya.
Demikianlah rutinitas sehari-hari yang ada di Bandara Nunukan. Penerbangan yang melayani rute Tarakan dan Long Bawan memang lazimnya mendominasi jadwal di pelabuhan udara ini. Namun soal kepastian terbang, hanya lima belas menit sebelum keberangkatanlah kita bisa pastikan.
Serius. Penerbangan saya sebelumnya dibatalkan dua puluh menit sebelum berangkat.
Nunukan punya empat gerbang utama. Dua pelabuhan internasional yang melayani arus kapal dari Tarakan dan Tawau, satu dermaga yang melayani lalu lintas perahu dari Sebatik, dan bandara yang dimanfaatkan oleh pesawat-pesawat kecil untuk menghubungkan Nunukan dengan Tarakan dan Long Bawan di ujung lain kabupaten.
Hanya saja memastikan jadwal penerbangan di bandara kecil seperti ini sama sulitnya dengan mendapatkan tiket itu sendiri. Bahkan sering ada cerita seseorang membeli tiket pergi, namun tidak mampu mendapatkan tiket pulang. Intinya, terbang ke Nunukan itu terkadang lebih mudah daripada terbang keluar dari Nunukan.
“Semoga saja penerbangan seperti Wings Air atau NAM Air berani masuk ke Nunukan,” ucap petugas bandara kepada saya siang itu, “Sebab selama ini kita cuma mengandalkan Kalstar dan Susi Air. Sebentar lagi Sebatik juga akan punya bandara, penumpang punya lebih banyak opsi.”
Memang. Sebatik direncanakan akan mempunyai bandara sendiri. Namun saya yakin apabila ada rute penerbangan dari kota lain ke Sebatik dan Nunukan maka itu pasti dilayani satu pesawat dengan sistem transit. Jadi rasanya itu bukan berarti kita akan mempunyai lebih banyak opsi.
Tetapi sebelum semua itu, perluasan bandara sepertinya harus menjadi prioritas.