Kendara Demi Sepiring Bebek

“Sudah kamu turun sana,” seru Leo dengan spontan, “Biar aku yang fotoin kamu. Sebentar saja turun situ terus nanti kita langsung jalan lagi. Tidak apa-apa.”

Kami sedang berada di bahu Jembatan Suramadu, yang mana berhenti di sini adalah ilegal. Namun pada siang yang panas itu dalam waktu kurang dari sepuluh detik kami menjadikan jembatan ini sebagai latar studio foto dadakan. Dua pose dan dua jepretan. Kami pun kembali melaju.

Bersama Leo dan Melly, saya melampaui Jembatan Suramadu dari Surabaya menggapai Madura, sekedar demi sepiring bebek goreng yang saya sendiri belum pernah mendengar namanya.

Bebek Sinjay, kata mereka. Aneh. Meskipun namanya saya belum pernah dengar, namun warung bebek di tanah Bangkalan ini punya antrean yang benar-benar menyulut emosi. Gerombolan orang berkerumun memesan hidangan bebek goreng seakan-akan sedang ada penghibahan makanan gratis. Meskipun saya orang yang penasaran, namun antrean seriuh ini jujur saja sempat menciutkan nyali.

Bebek Sinjay punya porsi cukup besar, gorengannya kering, dan rasanya pun enak. Namun ya itu saja dan tiadalah yang benar-benar istimewa seperti yang saya duga-duga sebelumnya. Jadi sejujurnya terasa agak berlebihan apabila harus berjibaku untuk mencicipi makanan seperti ini.

Meskipun demikian, saya cukup senang. Bukan apa-apa, melainkan lantaran akhirnya saya berhasil juga menapakkan kaki di Pulau Madura, pulau yang sebenarnya dekat sekali dengan Pulau Jawa namun entah mengapa selama ini seakan-akan tidak terjamah oleh pejalan lepas seperti saya.