“Coba kalian buka pintunya,” pinta sang pemandu kepada kami. Kami mencoba melepas palang sepanjang satu meter yang mengganjal pintu kayu di rumah tersebut. Tidak berhasil.
Sembari tersenyum sang pemandu kemudian menunjukkan sebuah kenop rahasia yang harus ditekan terlebih dahulu sebelum mengangkat palang yang mengganjal pintu tersebut. Demikianlah rumah-rumah saudagar kaya Tionghoa pada masa lampau mempunyai semacam kunci rahasia yang membuat para penerobos kesulitan. Yang mengetahui rahasia ini tentu saja hanya pemilik rumah dan pendesain pintu.
Inilah Museum Benteng Heritage, sebuah museum yang memajang budaya Cina Benteng, masyarakat peranakan Tionghoa yang mendiami sempadan Sungai Cisadane selama lebih dari enam abad. Untuk mencapai museum ini tidak mudah lantaran kita harus blusukan menembus lorong-lorong semrawut Pasar Lama yang dipadati oleh tenda-tenda tukang buah.
Ketika armada raksasa Laksamana Cheng-Ho memasuki nusantara pada akhir tahun 1407, terpisahlah mereka menjadi beberapa kelompok. Salah satu di antaranya adalah armada Chen Ci Lung yang berlabuh di Teluk Naga. Orang-orang dari pelayaran inilah yang dipercaya menjadi nenek moyang bagi masyarakat Cina Benteng yang telah mendiami papar Sungai Cisadane selama berabad-abad.
Perkampungan Tionghoa kawasan Pasar Lama masih bertahan hingga hari ini. Meskipun mayoritas bangunan yang ada sudah berubah menjadi bangunan modern, ada satu rumah yang direstorasi dan tetap dipertahankan keasliannya. Kini rumah tersebut berperan sebagai Museum Benteng Heritage yang menyimpan ratusan koleksi budaya Tionghoa peranakan.
Barang-barang yang terdapat di dalam museum ini merupakan hasil sumbangan masyarakat sekitar. Termasuk di antaranya fonograf uzur, plang papan tukang gigi dalam aksara Mandarin, koleksi botol kecap yang pernah diproduksi di daerah ini, timbangan pasar, surat-surat lama, hingga pipa opium yang terbuat dari gading.
“Buat yang senang cerita-cerita silat mungkin ingat OKT,” terang sang pemandu kami lagi, “Di museum ini kami juga menyimpan surat-surat Oey Kim Tjang, yang dulu terkenal dengan inisial OKT. Beliau adalah penerjemah dan penyadur kisah-kisah silat Tiongkok yang paling kondang di Indonesia.”
Di antara semua koleksi antik yang ada di museum ini, untuk saya pribadi, koleksi yang paling impresif adalah pahatan batu kisah Sam Kok yang terletak pada teras ruang utama. Sebuah batu dipahat pada empat sudutnya menggambarkan kisah Guan Yu menyelamatkan istri-istri dari Liu Bei yang ditawan oleh Cao Cao. Yang paling mengesankan adalah seluruh ornamen pada relief tersebut dipahat pada satu batu tanpa sambungan!