Pukul enam petang di Sungai Sekonyer. Matahari baru saja terbenam di balik dedaunan rimbun belantara Kalimantan Tengah. Saya yang sedang duduk di bagian belakang kapal melihat sepasang mata berkilat di permukaan air yang pekat, hanya dua meter dari tempat saya berdiri. Seekor buaya!
Buaya senyulong atau false gharial adalah spesies yang mendiami pelosok Asia Tenggara, karakteristik utamanya adalah moncong yang panjang dan meruncing. Giginya tidak beraturan menyembul dari bagian bawah rahangnya, meruncing melampaui rahang atasnya.
Reaksi pertama saya ketika melihat buaya di samping saya adalah mencari kamera. Barangkali itu adalah contoh reaksi yang keliru, namun entah mengapa insting pertama saya adalah memungut kamera dan membidikkan beberapa lusin jepretan ke makhluk hidup yang terancam punah ini.
Awan tipis berarak-arak menutupi cahaya rembulan. Hutan belantara yang semula temaram pun menjadi semakin suram, nuansanya yang semula menyenangkan kini menjadi penuh dengan nyamuk liar. Saya melongokkan kepala ke luar, buaya senyulong itu sudah pergi.