Pak Tua adalah julukan yang disematkan untuk Gunung Patuha atau Gunung Sepuh. Disebut demikian karena masyarakat lokal pada zaman dahulu percaya bahwa pada atap-atap gunung inilah arwah para leluluh mereka bersemayam. Atap yang senantiasa tertutup oleh kabut tebal dan tidak
Kab Bandung
Petak Sawah Terakhir Nagreg
Ketenangan yang dimiliki Nagreg di masa kecil tinggal kenangan. Lalu lintas yang kian tahun kian padat mendapuk lintasan ini menjadi jalur maut. Belakangan gunung-gunung berbatu cadas yang melingkunginya pun terpaksa dipangkas, ditembus untuk memberi ruang lebih bagi jalan lintas selatan
Tuan Bosscha Istirahat Di Sini
Posisi makam tua itu berdampingan dengan kebun teh Malabar. Seratus tahun silam, bakul-bakul biji teh diboyong dari Assam, utara India, menuju Pangalengan. Tidak berapa lama terhamparlah perkebunan teh di papar Malabar, yang luasannya hingga ke naungan Papandayan. Lantaran tidak pernah
Kebun Teh Warisan Bosscha
Percayalah. Tidak pernah ada satu pun pengusaha perkebunan teh di Priangan yang lebih tenar daripada Bosscha. Bukan semata lantaran kepiawaiannya mengelola kebun teh Malabar, namun juga kemanusiaan dan kedermawanannya. Sikapnya yang berlainan dengan kebanyakan juragan tanah Belanda menjadikan sosok Bosscha
Hancurkan Radio Malabar!
Berkali-kali pemuda itu mencoba menyalakan gendewesi. Namun korek yang terbuat dari besi itu tidak mampu menyala. Nyaris putus asa mereka mencoba untuk memantik api, namun sekalinya berhasil api langsung padam sesaat sebelum membakar sumbu dinamit. Sekali. Dua kali. Entah bagaimana
Villa Jerman di Pangalengan
Menerawang melalui kaca mobil yang berbintik-bintik oleh hujan, mata saya tidak bisa lepas dari sebuah rumah tua beratap kembar di seberang danau. Beberapa tahun lewat, saya acap melintasi jalan raya Pangalengan dan bertanya-tanya ihwal rumah ini. Sepuluh tahun berlalu, saya
Kendara Favorit di Rancabali
Semasa kuliah ini adalah tempat pengasingan saya. Bukit-bukit kecil berpohon runduk, berbaris-baris tanaman teh menghampar luas bak karpet hingga terlihat lamat-lamat di sebatas sana. Tidak terhitung berapa kali saya pernah duduk di tengah-tengahnya, menikmati hembus udara dingin dan sunyinya alam
Melawat Pagi di Hutan Pinus
Sorot cahaya matahari terpapas rimbun pepohonan pinus yang berselang-seling hijau kuning. Desir angin hutan sayup-sayup membelai wajah, meninggalkan rasa gagu di wajah. Kami berempat tidur telentang di kaki batang-batang pinus menjulang, beralaskan tumpukan jerami yang lebih tebal daripada kasur. Tidak
Wilujeng Enjing, Pasir Moko!
Kami berkejaran dengan pagi hingga ke bibir tebing. Dari atas Bukit Moko secercah cahaya merah muda membias mewarnai setengah langit biru. Sekitar satu lusin anak muda lainnya ikut menyaksikan momen matahari terbit di akhir pekan itu. Lama saya mengenal Bukit
Bermalam di Caringin Tilu
Bandung terlihat anggun dari atas sini. Yugie memacu sepeda motor menyusuri jalanan sempit menanjak sementara saya duduk di belakang merapatkan jaket menghadang bekunya udara malam. Sudah sekitar setengah jam kami meninggalkan Saung Angklung Ujo dan bergerak jauh ke utara. Sekarang