“Pak, kita berhenti dulu di Tugu Khatulistiwa,” pinta saya kepada Pak Sopir yang mengemudikan mobil melintasi aspal sempit Siantan yang semakin tahun semakin ramai. Saya sendiri sudah pernah tiga kali berkunjung ke Tugu Khatulistiwa, namun kunjungan kali ini punya sentimen
Kota Pontianak
Malam Temaram di Pontianak
Pontianak tidak pernah tidur. Sudah selewat pukul sembilan malam namun jalanan di kota yang sah-sah saja disebut paling dinamis se-Kalimantan ini masih demikian riuh. Anak-anak muda bercengkerama di kafe-kafe tenda yang bertebaran di sepanjang jalan protokol, duduk menikmati kopi, menyesap
Ada Klentheng di Siantan
Connie meminta saya menepikan sepeda motor. Berhentilah kami di hadap sebuah bangunan klentheng bercat merah merona yang terletak tidak jauh dari bantaran Sungai Kapuas. Tidak terlihat seorang pun di sana pada siang hari itu, kontras dengan jalan raya yang penuh
Melesetnya Tugu Khatulistiwa
Sewaktu SD, saya membayangkan ekuator ditandai oleh setiap negara yang wilayahnya dilewati. Bukan sekedar dengan tugu atau monumen, namun benar-benar dengan garis proyeksi di atas tanah seperti di lapangan English Premier League. Sudah tentu itu kurang logis. Namun andaikata hal
Tugu Khatulistiwa Pontianak
Sejarah merekam bagaimana tonggak-tonggak itu ditancapkan untuk menandai suatu nilai. Tentu bukan tonggak itu sendiri yang bernilai, melainkan cerita yang dicoba untuk dikisahkan. Sesaat setelah umat manusia menyadari bentuk bumi ini bulat, teranganlah sebuah lini imajiner yang membelah planet ini
Menyeberang Sungai Kapuas
Di Jawa, sungai adalah dinding pembatas. Pembatas antar desa, pembatas antar kampung. Di Kalimantan sebaliknya. Sungai adalah penghubung, urat nadi bagi arus lalu lalang manusia dan perdagangan barang yang penuh hingar bingar. Tidak terkecuali Sungai Kapuas, sungai terpanjang di nusantara,
Selamat Tahun Baru Imlek
Klentheng di pesisir urban Pontianak ini menjadi tempat pertama yang saya kunjungi ketika bertamu ke kota tersebut beberapa waktu silam. Connie mengantarkan saya dengan sepeda motor dari bandar udara menuju ke kota, namun sebelum mencapai destinasi, kami singgah dahulu di
Kampung Dayak nan Masif
Matahari telah bergeser sedikit melampaui porosnya. Terberkas bayang-bayang tegak lurus dari julangan tiang-tiang berkepala burung rangkong di pelataran lapang merah. Rumah Radakng, demikianlah orang Dayak Kanayatn menyebutnya, dibangun masif di jantung kota Pontianak sebagai duplikat akan sebuah kampung Dayak modern.
Mampir Dulu di Rumah Betang
Meskipun sudah berulang waktu menginjakkan kaki di Bumi Khatulistiwa, pengetahuan saya mengenai pedalaman Kalimantan Barat boleh dibilang masih sangat cetek. Jadi jangan heran apabila berbicara soal budaya Dayak, maka satu-satunya rumah adat yang pernah saya lihat adalah replikanya yang berada
Etalase Budaya Etnis Dayak
Orang Dayak menyebutnya dango. Fungsinya sepadan dengan lumbung, yaitu sebagai penyimpanan padi yang telah dipanen. Tidak sebatas sebagai kontainer, dango mempunyai fungsi integral di dalam budaya masyarakat Dayak sebagai penopang kehidupan. Itulah mengapa di dalam kultur Dayak dikenal upacara Naik