“Gula-gula! Gula-gula!” mereka berteriak-teriak ketika melihat saya membawa sekantong permen di halaman sekolah yang sepi pada suatu sore di Waisai. Setidaknya separo lusin anak-anak Papua Barat mengerubuti saya meminta jatah permen mereka masing-masing. Entah siapa yang mulai duluan namun saya
Kab Raja Ampat
Bicara Perihal Raja Ampat
Telusur gugus-gugus kepulauan Raja Ampat menawarkan penatapan yang serupa dengan yang dialami Alfred Russell Wallace dua abad silam. Enam ratus pulau karang terserak di perairannya membayang apik pada permukaan laut tatkala matahari bersinar rendah. Satu hal menarik yang jarang dipahami
Waisai yang Sedang Bersolek
Papua sedang berlari. Mengejar ketertinggalan selama beberapa dekade dari provinsi-provinsi di belahan Indonesia bagian barat. Tidak terkecuali Waisai, kota kecil yang terus berdentum di sana-sini, membuka isolasi dan mengubah setiap sudutnya menjadi arena pembangunan. “Gedung-gedung pemerintahan ini bangunan baru semua,”
Air Terjun di Simpang Jalan
Bagi sebuah perjalanan di padang tandus berdebu pasir, penemuan air terjun seperti ini harus dirayakan dengan teriak kemenangan. Itulah mengapa kami berhamburan menyambutnya ketika melintasi sebuah air terjun kecil di tepi jalan utama Pulau Waigeo. Janganlah engkau bayangkan air terjun
Indahnya Pagi Teluk Mayalibit
Raung tangis anak kecil itu semakin kencang. Ibunya menarik anak laki-laki berambut keriting itu masuk ke pekarangan, memaksanya untuk mandi. Sementara tangisan semakin lantang dan kemudian si keriting merengek meminta permen yang justru membuat ibunya makin gusar. “Tarada! Tarada! Tarada
Dari Waisai ke Warsambin
Diperbandingkan dengan Warsambin, Waisai terlihat metropolitan. Desa ini hanya dua puluh atau tiga puluh rumah saja, apabila dihitung keseluruhan mungkin penduduknya hanya sedikit lebih dari seratus orang. Meskipun merupakan bagian de jure dari Provinsi Papua Barat, secara kultural Desa Warsambin,
Menyapa Pagi Pulau Waigeo
Secercah cahaya matahari yang menembus dari balik bukit menggoda saya untuk melongokkan wajah keluar dari kantung tidur. Malam telah kami lewatkan di atas dermaga kayu Teluk Mayalibit beratapkan langit malam yang bertabur bintang. Satu-satunya yang melindungi saya dari dingin udara
Ikan Segar dari Mayalibit
“Tidak usah tambah bumbu,” ucap saya seraya membantu menguliti lima ekor ikan yang baru saja dipancing dari perairan Teluk Mayalibit, “Ikan segar itu rasanya sudah enak tanpa perlu bumbu.” Lagipula kami memang tidak punya bumbu apapun untuk ditambahkan. Tetapi bolehlah
Menginap di Teluk Mayalibit
Tidak sampai dua menit kami dikelilingi puluhan orang, termasuk ibu-ibu dan anak-anak. Saya berusaha melempar senyum meskipun agak was-was. Mereka membalas dengan senyum lebar. Saya tiada sanggup melihat wajah bapak kepala desa. Suasana sekitar sudah terlampau gelap dan ayun-ayun nyala
Kendara Membelah Waigeo
Motor tua itu tersentak. Kemudian tersengal sekali. Lalu tersengal lagi. Pak Jajang beranjak dari tempat duduknya di jok depan, sembari mengusap peluh, beliau meminta agar saya mengambil kendali, “Sepertinya terlalu terjal buat saya, kamu saja yang kendarai, biar saya jalan