Kira-kira hanya seratusan anak tangga. Namun lengan pendek arloji yang sudah menunjukkan pukul enam sore membuat saya sedikit bergegas menuruninya. Boleh dibilang saya terlampau terlambat mengunjungi air terjun yang teduh di lereng Gunung Dempo ini. Sudah barang tentu suasananya sunyi
Kota Pagaralam
Atraksi Baru, Tangga 2001
Entah siapa orang jenius yang punya ide membangun tangga sepanjang ini di tengah-tengah kebun teh. Namun yang jelas, idenya laku. Bukan lantaran tangga ini menyimpan fungsionalitas yang bermanfaat bagi perkebunan teh ataupun pemetiknya, namun karena anak-anak muda sekarang berkerumun di
Gagal Masuk ke Pabrik Teh
“Wah, tidak bisa,” celetuk bapak itu mencoba meyakinkan kami berdua, “Kalau mau lihat-lihat ke dalam harus daftar dulu laporan kunjungan beberapa minggu sebelumnya, pabrik ini tidak terbuka untuk umum.” Khairi dan saya sore itu memang sengaja singgah di kantin karyawan
Belajar dari Kebun Kopi
“Orang biasa berfoto di kebun teh bukan kebun kopi,” gurau Hasan yang saya sambut dengan tawa keras. Meskipun perjalanan ini penuh dengan senda gurau namun kami bertiga tidak dapat menyembunyikan rasa was-was bahwa kami harus berjalan kaki menyusuri tanah berlumpur
Rimba Candi yang Terlupa
Namanya Rimba Candi. Tetapi jangan engkau bayangkan kompleks ini seperti Candi Prambanan atau Candi Muara Takus. Rimba Candi benar-benar berada di tepi rimba, tepatnya di areal kebun kopi. Dan candinya? Tidak terlihat kecuali kita masuk ke dalam-dalam dan yang nampak
Bandit-Bandit Tanah Besemah
“Barangsiapa mendaki Bukit Barisan dari Bengkulu, kemudian menjejakkan kakinya di tanah Kesultanan Palembang yang begitu luas dan melangkahkan kakinya dari utara Ampat Lawang menuju dataran Lintang nan indah, sehingga tibalah ia di kaki Gunung Dempo, maka berarti ia sudah tiba