Perjalanan ke Palembang mempertemukan saya kepada Masjid Agung Palembang yang berdiri megah di tengah kota tidak jauh dari Jembatan Ampera ini. Masjid ini awalnya dibangun pada abad ke-18, bercorak atap ala Tiongkok, yang mana Palembang pada masa tersebut memang punya
Kota Palembang
Singgah di Kampung Kapitan
Gang kecil itu seakan menjadi abstraksi dari riuhnya pasar pagi di ulu Sungai Musi. Sunyi senyap hanya terlihat sekelompok pemuda asyik bermain-main senapan angin. Selebihnya adalah rumah-rumah tua berdinding kayu kedodoran dan sebuah taman tidak terawat berbalutan rumput liar yang
Kuliner Semenjana Palembang
Tumpukan roti jala di meja hotel Zuri Express itu menyita perhatian saya. Di sisinya tertulis “ragit”, entah apa itu. Berbekal pencarian singkat di internet, saya mendapati fakta bahwa ragit adalah salah satu makanan khas Kota Palembang. Menarik. Sebab selama ini
Dari Atas Jembatan Ampera
Banyak yang tidak mengingat, Jembatan Ampera diresmikan oleh Jenderal Ahmad Yani semalam sebelum beliau mangkat. Sekembalinya dari Palembang, beliau dieksekusi oleh sekelompok milisi yang terlibat dalam gerakan revolusi 1965 yang mana kemudian juga menandai sebuah pergantian rezim besar-besaran di negeri
Roda Ekonomi Sungai Musi
Sriwijaya adalah imperium talasokratis. Mereka maju dan menguasai daerah-daerah jajahannya sebatas daerah yang bersinggungan dengan perairan, baik sungai maupun lautan. Berbekal armada maritim danawa, Sriwijaya mendominasi setengah nusantara, menguasai hampir semua kerajaan yang terletak pada bibir pantai maupun sempadan sungai.
Impromptu ke Kampung Arab
“Pak, kita berhenti di sini saja!” seru kami kepada sais perahu. Perahu rapuh yang semenjak tadi tersengal-sengal membelah Sungai Musi itu melambatkan lajunya, kemudian menepi ke dinding sebuah dermaga batu yang terletak di wilayah Ulu Sungai Musi. Inilah Kampung Arab
Ulu dan Ilir Sungai Musi
Dari sini Jembatan Ampera terlihat begitu ikonik. Dua menara pancangnya megah mendukung jembatan yang menghubungkan kawasan ulu dan ilir, dua dunia dari Kota Palembang. Ada anggapan bahwa kawasan ilir adalah yang lebih dahulu maju, dengan pusat bisnis dan historis yang
Malam Benteng Kuto Besak
“Hati-hati ya kalau di sini, jangan terlalu mencolok,” ucap sopir taksi online yang menurunkan Khairi dan saya di depan pelataran Benteng Kuto Besak. Bagi saya yang sudah pernah ke Palembang sebelumnya, saya bisa paham bahwa area ini memang tenar dengan
Pagoda dari Pulau Kemaro
“Dua ratus ribu!” kata Pak Antoni membuka harga ketika melihat kami menanyakan perihal perahu yang akan berangkat ke Pulau Kemaro dari lapangan Benteng Kuto Besak. “Seratus ribu!” kata Khairi mencoba menawar dengan setengah ngasal. Setelah melalui perdebatan yang pelik, akhirnya
Palembang Terus Melaju
“Di sini macet sejak pembangunan LRT,” demikianlah ucapan sopir taksi yang saya tumpangi siang itu. Ucapan yang kurang lebih sama sudah saya dengar setidaknya tiga kali hari ini, masing-masing dari petugas keamanan hotel, pelayan kafe, dan seorang teman. Terkadang orang