Kaki Saluopa pernah menjadi tempat yang tabu untuk dikunjungi. Pasalnya konflik etno-religi yang melanda Poso beberapa tahun silam memang berpusat di tanah Tentena. Di kawasan hutan-hutan tropis inilah kelompok milisi bersembunyi untuk saling melancarkan serangan gerilya satu sama lain yang kemudian membawa banyak korban jiwa maupun gelombang pengungsi baru.
Tanpa memahami sejarah, tidak banyak yang mengira bahwa di balik keanggunan Air Terjun Saluopa ini pernah tersimpan cerita-cerita pilu konflik antar desa yang nyaris mematikan seluruh potensi wisata Sulawesi Tengah.
Satu dekade konflik telah berlalu. Air Terjun Saluopa masih saja sepi dan agak terlupakan. Namun setidaknya sekarang saya sudah tidak perlu lagi merasa was-was berjalan seorang diri di kaki air terjun yang terselip di dalam belantaran Poso ini. Bagi saya yang terpenting adalah menemui air terjun legendaris yang aliran airnya melorot dengan anggun dari pucuk-pucuk bukit ke Lembah Tentena.
Saya berjongkok di salah satu batu kecoklatan yang menghiasi sempadan sungai kecil ini. Airnya terasa begitu dingin ketika bersentuhan dengan jari-jari tangan. Tidak selazimnya air terjun yang airnya jatuh begitu saja dari atas, Saluopa lebih pantas disebut sebagai air luncur lantaran debit airnya melorot berkelok-kelok melewati bebatuan yang miring landai.
Dari sini air mengalir hingga berakhir ke Danau Poso di bawah sana. Air terjun Saluopa berada di Desa Leboni, sekitar lima belas kilometer dari Tentena. Berbeda dengan daerah lain di Poso yang kental nuansa dikotomi Islam dan Kristen, mayoritas penduduk desa ini justru beragama Hindu.
Apabila mau jujur, sejatinya Air Terjun Saluopa tidak kalah dengan Air Terjun Kuang Si di Luang Prabang yang sama-sama terdiri dari banyak undakan. Namun yang membedakan tentu saja popularitasnya di mata turis dan untuk mencapai Kuang Si relatif jauh lebih mudah daripada usaha untuk mencapai Saluopa.
“Dulu tidak ada yang berani ke sini,” kelakar Pak Nyoman ketika saya bertemu dengannya di desa sekembalinya dari air terjun, “Sebab di daerah-daerah sana merupakan tempat persembunyian gerilyawan. Kalau konflik mereka suka lari ke dalam hutan di situ, termasuk sampai daerah-daerah Napu di sana.”
Pak Nyoman benar. Air Terjun Saluopa ibarat dinding terakhir yang membatasi antara Kota Tentena dengan hutan lebat di seberang sana. Lebih jauh lagi, kita akan memasuki kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang sudah barang tentu merupakan daerah yang ada di luar jamahan pemukiman manusia. Beruntung konflik sudah berakhir, hingga kini nuansa suram sudah tersibak dan Saluopa dapat menunjukkan kembali keanggunannya.