Mabuk Durian di Medan

Di Solo, tempat asal saya, durian dibeli satu atau dua buah untuk dibawa pulang. Lain kasusnya dengan di Medan. Di kota ini jumlah durian lebih banyak daripada jumlah kutu di rambut anjing.

Uniknya mereka senang memborong durian dalam jumlah lusinan dan semuanya dihabiskan di tempat. Jadilah saya sore itu mabuk durian. Dengan pasukan lima kepala, kami menghabiskan entah berapa lusin. Berkesan memang. Namun konsumsi yang eksesif biasa tidak menghasilkan akhir cerita yang rancak. Sejak hari itu saya berpuasa durian selama empat bulan sebelum bisa kembali berselera pada si buah manis.

Durian Medan meroket popularitasnya sekitar empat dekade lewat. Meskipun dinamakan Durian Medan, sejatinya buah manis ini bukan berasal dari Medan, melainkan berasal dari area Tapanuli, Sidikalang, dan Bahorok. Cuma karena distribusinya lewat Medan, jadilah nama tersebut tenar.

Sebagian kecil dari durian-durian ini juga didapatkan oleh kaum pedagang dari Simalungun dan Sibolga, meskipun rasionya jauh lebih kecil. Dikarenakan variasi yang luwes, jangan heran apabila ketika menikmati durian di Medan kita menemukan bentuk dan rasa durian yang berbeda-beda.

“Kalau di Malaysia, paling tenar Durian Musang King,” kata saya menjelaskan, “Durian itu banyak di Penang. Yang sebenarnya cuma selemparan batu dari Medan.”

Selain dimakan langsung, durian juga hadir dalam berbagai bentuk. Salah satu yang terpopuler di Medan adalah pancake durian. Simon sempat menawarkan kepada saya untuk membeli beberapa lusin pancake durian untuk disantap, tetapi saya menolaknya. Jujur saja, usai pesta durian pada malam ini saya mau absen dahulu dari dunia perdurianan.