Menatap samudera yang terpapar di kakinya, ada eksotisme yang tidak terbantahkan. Namun untuk dua lusin serdadu Britania yang ditugaskan di benteng tersebut dua abad silam, dataran itu begitu senyap dan sedih. Tak ayal, mereka perlahan larut dalam candu dan minuman keras.
“Sungguh mukjizat Tuan-Tuan sanggup bertahan hidup enam bulan di tempat seperti ini,” ucap utusan Kerajaan Inggris kala singgah di tanah Bengkulu. Matanya nanar menatap puluhan serdadu yang mabuk dan penyakitan bergeletakan pada sudut-sudut benteng. Kota kecil itu dijepit oleh lautan Hindia dan rimba belantara Sumatera, begitu terpencil dan jauh dari peradaban.
Butuh nyaris empat dekade bagi Inggris untuk merampungkan pembangunan benteng tersebut. Joseph Collett, gubernur yang memimpin Bengkulu waktu itu, menamainya Fort Marlborough sebagai penghormatan atas John Churchill yang bergelar Duke of Marlborough.
Walaupun dipertahankan selama hampir 150 tahun, Bengkulu merupakan investasi Inggris yang gagal. Biaya operasional pelabuhan Bengkulu membawa kerugian besar bagi Inggris Raya, hingga kota Bengkulu pun tidak sanggup menghidupi dirinya sendiri. Bahkan Inggris dipaksa menggelontorkan talangan 100.000 poundsterling setiap tahun dalam mempertahankan Bengkulu, jumlah yang sangat besar pada masa tersebut.
Bagian pelataran Fort Marlborough adalah dinding masif dengan kanon-kanon di atasnya yang hingga berkarat senantiasa membidik samudera. Saya meraba tepi salah satu kanon, ada stempel Kerajaan Inggris yang samar-samar terpatri di sana, sementara di bagian bawah ada tulisan tahun pembuatan kanon yang sudah mulai kabur termakan karat. Entah seberapa sering kanon tersebut dulunya ditembakkan.
Terlepas dari seluruh perbaikan yang dilakukan, Inggris jengah juga. Pada tahun 1824 Inggris pun melepaskan wilayah tersebut ke tangan Belanda. Bengkulu ditukar dengan Singapura melalui Traktat London. Meskipun pada era tersebut Singapura masih berupa rawa-rawa, Raffles berhasil mengubahnya menjadi pelabuhan yang ramai. Berikutnya tinggal sejarah. Singapura kini menjadi negara pusat perdagangan maju di Selat Malaka.
Bagaimana dengan Bengkulu?
Bengkulu sendiri bergerak maju namun belum jauh beranjak dari posisinya semula. Fort Marlborough seakan menjadi tinggalan kenangan pahit pendudukan Inggris Raya di tanah ini, sebuah investasi yang gagal. Teruntuk Bengkulu sendiri, benteng ini adalah gambaran nyata dari sebuah potensi pariwisata yang belum terpoles.