Mandi Gajah ala Spa Mewah

Siapa sangka sikat toilet ternyata punya manfaat lain. Misalnya untuk memandikan gajah.

“Tiga ratus ribu saja cukup,” kata si pawang menawarkan sikat toilet ke saya, untuk sebuah kesempatan memandikan gajah. Tiga ratus ribu. Saja. Cukup. Dengan nominal rupiah yang setara, saya sudah mampu nongkrong di sebuah spa di Jakarta.

Kami yang memandikan namun kami juga yang membayar. Aneh memang. Namun itulah kenyataannya dan si gajah tidak pernah menahu tarifnya, andai tahu boleh jadi ia sudah minta bagian. Barangkali tarif tersebut membidik pengunjung berkantong tebal. Entahlah. Namun yang jelas untuk kapasitas kantong tunawisma, memandikan gajah di Tangkahan adalah sebuah kemewahan yang tidak terakomodasi.

Selain gajah-gajah liar yang mendiami rimbanya, Tangkahan punya kurang lebih selusin Gajah Sumatera yang dikandangkan. Mereka dirumahkan pada sebuah tanah lapang yang dipagari seutas kabel beraliran listrik rendah. Tidak mematikan namun agaknya menarik sebab setrum listrik ringan sudah cukup membuat gajah-gajah Asia tersebut berpikir dua kali untuk melintas.

“Apa bedanya antara gajah Asia dan Afrika?” tanya Simon, marga Pakpahan, ketika mendengar si penjaga penginapan menyebut-nyebut istilah gajah Asia.

“Rumahnya. Yang satu di Asia. Yang satu di Afrika,” jawab Hery to the point, tepat, dan tidak berguna.

Perbedaan mudahnya, Gajah Asia berwarna kecoklatan, sedangkan Gajah Afrika berwarna kelabu. Tubuh Gajah Afrika lebih besar, dengan luasan telinga lebar, dan tulang atas kepala yang meruncing. Sementara Gajah Asia relatif lebih kecil, dengan ukuran telinga lebih sempit, dan tulang tengkoraknya membentuk dua buah punuk. Selebihnya biarlah menjadi urusan ahli zoologi.

Gajah-gajah di Tangkahan tidak hanya menghabiskan hidup untuk makan, tidur, dan mandi. Mereka juga difungsikan untuk mengangkut wisatawan berkeliling hutan. Perjalanan yang makan waktu kurang dari satu jam tersebut mengingatkan saya kepada perjalanan serupa yang saya alami di Chiang Mai beberapa tahun silam. Belakangan baru saya paham bahwa aktivitas berkendara di atas punggung gajah ini menuai kecaman dari sejumlah aktivis lingkungan.

Bagi wisatawan, tawaran perjalanan bergajah sudah barang tentu sebuah temptasi. Bagi para petugas di sepanjang alur Sungai Tangkahan, it’s just another day at work.