Namanya Katijah. Dia adalah anggota dari generasi pertama para gajah di Taman Nasional Way Kambas ketika kawasan konservasi ini pertama kali dibuka oleh pemerintah pada medio 1980-an. Sebagai penghuni tertua di taman nasional tertua milik Indonesia, tentu saja ada prestise tersendiri yang diemban oleh si nenek. Namun sudah barang tentu dia tidak paham.
Perjalanan hidup Katijah sendiri cukup menarik. Dulunya ketika taman nasional ini pertama kali dibuka, Katijah adalah seekor anak gajah liar yang diselamatkan oleh para petugas taman nasional. Dalam suatu perjalanan bersama kawanannya, Katijah terperosok ke dalam sebuah lubang dan tidak bisa keluar lagi. Oleh karena itu, si gajah kecil ditinggalkan oleh induk dan kawanannya.
Lantaran waktu itu harga susu masih begitu mahal, petugas taman nasional kewalahan untuk merawat Katijah. Maka jadilah mereka datang ke rumah-rumah penduduk untuk mengumpulkan air tajin, bekas cucian beras, untuk dicampur dengan gula merah. Dengan air tajin inilah si Katijah kecil tumbuh besar hingga akhirnya menjadi penghuni generasi pertama Taman Nasional Way Kambas.
“Usianya sekitar empat puluh tahun,” celetuk Pak Sofyan yang memandu saya berjalan di samping Katijah, “Yang jelas sepertinya gajah ini lebih tua daripada mas.”
Sekarang Katijah kerap diandalkan untuk menjadi ibu asuh bagi gajah-gajah kecil yang baru lahir di taman nasional. Salah satunya adalah Desti yang terlihat terus menempel erat Katijah ke manapun gajah uzur itu pergi. Desti sendiri baru lahir beberapa bulan lalu di taman nasional ini dan beratnya sudah nyaris seratus kilogram.
“Gajah sekarang sudah beda di sini dan sudah tidak lagi minum air tajin,” sambar Pak Sofyan sembari tergelak kencang-kencang, “Sekarang semua gajah kecil di sini disusui oleh induknya, tetapi buat yang tidak sanggup ya kami beri susu SGM.”
Memang apabila dibandingkan tiga puluh tahun silam, Indonesia sudah banyak berubah. Susu sudah bukan lagi barang mewah di negara kita sekarang. Tetapi di sisi lain, menyaksikan alam habitat gajah Sumatera yang semakin hari semakin menipis karena berbagai faktor membuat harapan saya kembali ciut. Semoga saja.