Pagi itu tidak ada Santoso. Yang ada hanya Winarto.
Reputasi hutan Poso sudah lama tercoreng moreng lantaran dijadikan basis pertahanan Mujahiddin Indonesia Timur. Berita-berita yang bermunculan di media perihal rimba rimbun ini tidak akan jauh-jauh dari serangan terhadap anggota polisi atau tentara dibumbui dengan penangkapan atau pembunuhan teroris. Padahal narasi tentang Poso jauh daripada itu.
Hutan Poso merentang dari Taman Nasional Lore Lindu, membayang kawasan Poso Pesisir ke selatan hingga batas selatan Danau Poso yang dibentengi oleh Kampung Tentena. Akses jalan untuk masuk lebih dalam ke hutan ini tidak mudah, membutuhkan kendaraan four-wheel drive atau lebih mudah dan lebih tidak merepotkan jika kita berjalan kaki saja, seperti yang saya lakukan sekarang.
Pada kawasan di sisi Kampung Tentena, penduduk sudah sedikit banyak mulai merambah hutan. Para pencari kayu dan madu hutan kembali aktif keluar masuk wilayah ini semenjak konflik pungkas beberapa tahun silam. Pada sisi Desa Saloupa bahkan telah dibangun jalan setapak menuju ke sebuah air terjun cantik yang ada tidak jauh dari pemukiman warga. Namun untuk masuk lebih dalam lagi ke belantara ini membutuhkan nyali dalam dosis yang tidak sedikit.
Aman. Kata mereka. Asalkan jangan menyeberang Sungai Masani. Di sisi selatan Sungai Masani merupakan kawasan yang bisa diakses oleh warga, sedangkan di sebelah utara Sungai Masani, di sanalah para gerilyawan Mujahiddin berkeliaran. Tidak ada seorang pun dari perkampungan di sekitar Poso yang berani memasuki wilayah itu.
Saya memeriksa peta di ponsel, alur Sungai Masani masih jauh sekali. Mungkin berkilo-kilometer di utara sana. Dengan kata lain, saya berada pada bagian hutan yang tidak rawan dari faktor keamanan. Lagipula saya tidak akan berjalan jauh-jauh dari Kampung Tentena.
Beberapa jeram kecil yang menjadi anak-anak sungai yang mengalir dari sebalik perbukitan. Di balik perbukitan yang rapat tertutup baris pohon inilah terselip Desa Napu yang ditengarai sebagai basis pertahanan terakhir Mujahiddin Indonesia Timur. Rasanya tidak mungkin saya cukup gila untuk mendaki dan melintasi perbukitan terjal dengan hutan selebat ini seorang diri. Di satu sisi itu mengecewakan namun di sisi lain itu melegakan karena artinya saya juga tidak mungkin tersasar ke kawasan konflik.
Hutan Poso sejatinya begitu cantik. Pohon-pohonnya yang rimbun dan tanahnya yang basah serta sungai-sungai kecil yang simpang siur di belahannya memberikan nuansa begitu teduh. Di wilayah ini juga acapkali ditemukan hewan-hewan langka dilindungi seperti anoa dan babirusa. Hanya saya hari itu saya kurang beruntung untuk bertemu satu pun dari mereka.