Minaret-minaretnya tegak menjulang menaungi Sungai Mahakam. Islamic Center Samarinda ini merupakan masjid dengan kapasitas terbesar ketiga di Asia Tenggara sekaligus masjid dengan luasan kompleks terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal. Tidak mungkin terlewatkan, ketika kita memasuki Kota Samarinda baik dari sisi selatan maupun dari Sungai Mahakam, maka pemandangan masjid yang megah ini mendominasi cakrawala Kota Samarinda.
Sore itu saya bertelanjang kaki menyusuri halaman masjid yang berlantai marbel. Nuansa dingin dan teduh begitu terasa di dalam kompleks masjid. Terlihat beberapa turis asing duduk di bawah pohon-pohon runduk yang tersebar di halaman masjid ini.
Islamic Center Samarinda mempunyai luas bangunan utama mencapai 43.500 meter persegi dengan tambahan 7.115 meter persegi bangunan penunjang. Lokasi yang dimanfaatkan untuk pembangunan pusat agama Islam di Samarinda ini dulunya merupakan lahan penggergajian kayu milik PT. Inhutani yang kemudian dihibahkan kepada pemerintah provinsi.
Bangunan utama masjid ini mempunyai tujuh menara utama, yang mana menara utamanya setinggi 99 meter menyimpan makna asmaul husna atau nama-nama Allah yang berjumlah 99 macam. Menara utama tersebut mengandung 15 lantai bangunan yang dari lantai dasar menuju lantai utamanya dihubungkan oleh anak tangga sebanyak 33 buah, sesuai dengan jumlah sepertiga biji tasbih.
Pak Yoto menunggui kami berdua di halaman depan masjid. Geusan baru saja menyudahi sholat sementara saya mengkaptur foto-foto dari setiap sudut halaman masjid ini. Hari sudah sore mengharuskan kami untuk segera kembali ke Kota Balikpapan sebelum gelap.
“Apa ada yang mau dicari lagi?” tanya saya. Geusan menggelengkan kepala dan kami pun sepakat untuk menyudahi perjalanan menjelajahi Kota Samarinda dan Tenggarong pada hari ini. Perjalanan berikutnya adalah menyusuri salah satu lintasan paling legendaris di Pulau Kalimantan, yaitu jalur ramai Samarinda-Balikpapan.