Dari Juwata ke Tengkayu

Pukul setengah satu, roda pesawat terbang menggores aspal, meninggalkan jejak hitam di landas pacu Bandara Juwata di Tarakan. Sepintas saya melihat bandara ini pun sudah banyak berbenah, namun saya tidak punya banyak waktu untuk bernostalgia lantaran perjalanan saya masih dua penggal lagi. Misi saya saat ini hanya satu, mencapai Pelabuhan Tengkayu untuk mengejar kapal motor menuju ke Nunukan.

Penerbangan Kalstar yang batal sontak membuat saya tidak punya pilihan terkecuali mengambil jalur laut. Entah berapa lama untuk mencapai Nunukan, biarlah informasi itu saya cari nanti.

“Tengkayu, Pak!” teriak saya kepada kerumunan sopir yang duduk-duduk di depan pintu keluar bandara, menunggui sebarisan mobil putih yang nampaknya adalah taksi resmi.

Seorang sopir bertubuh tambun membukakan pintu belakang dan saya melompat masuk. Mobil dipacu melintasi jalanan kota Tarakan yang semakin ramai saja. Saya ingat pernah berkeliling kota ini beberapa tahun lewat, sudah banyak yang berubah dari tata kotanya. Setidaknya kini tulisan The Little Singapore itu sudah tidak ada lagi.

Mobil masuk ke pintu gerbang Pelabuhan Tengkayu. Si sopir melambaikan tangan pada petugas pintu masuk, nampaknya mereka sudah saling mengenal sehingga karcis masuk pun diabaikan.

“Itu ambil Tri Putri yang jam satu,” saran si sopir. Saya mengecek jam tangan, pukul satu kurang lima menit. Segera saya bergegas membeli karcis terakhir yang dijual di loket itu dan berlari cepat di sepanjang lintasan dermaga.

Kapal motor ini ramai namun tidak penuh. Saya beruntung masih sempat mengejarnya sebelum kapal ini berlepas dari dermaga. Terlambat sedikit saja, saya harus menunggu hingga pukul lima sore untuk bisa mencapai Nunukan. Yang artinya perjalanan akan menjadi dua kali lebih runyam daripada yang seharusnya.

Suara mesin meraung-raung menemani perjalanan laut dari Tarakan ke Nunukan. Dua setengah jam, menurut informasi yang saya petik dari internet. Segalanya terlihat baik-baik saja, terkecuali panas matahari yang menyeruak dari jendela kapal yang tidak berkatup dan menyorot langsung ke wajah saya. Apa mau dikata. Biarlah. Toh ini hanya dua jam saja.