“Ketika semua orang berjualan kerak telor, lalu apa yang menjadi faktor diferensiasi produk bagi masing-masing pedagang kerak telor ini untuk mendapatkan positioning di market?” tanya Umar ketika menemani saya berjalan menyusuri barisan pedagang kerak telor di Pekan Raya Jakarta.
Terus terang. Saya tidak cukup sinting untuk membahas masalah bisnis-ekonomi ketika sedang berjalan-jalan sore seperti ini. Saya lebih suka bicara soal kuliner.
Kerak telor bolehlah disebut sebagai fast food Betawi. Cara penyajiannya cepat, telur dimasukkan ke dalam wajan yang tidak berminyak. Kemudian ketika telur sudah setengah matang, wajan yang panas tersebut akan dibalik dan isinya dibiarkan menjadi kerak.
Sesudah permukaan telur sedikit gosong, kerak telor diangkat dan dibumbui. Untuk memasaknya sama sekali tidak membutuhkan kompor, namun lebih lumrah menggunakan anglo. Penggunaan anglo sengaja dilakukan agar rasa kerak telor yang dihasilkan tetap gurih.
Secara pribadi saya bukan penggemar berat kerak telor. Namun pada momen-momen seperti ini bolehlah saya meluangkan sedikit waktu untuk bersantai di sini sembari menikmati makanan khas Betawi yang naik daun dari zaman kolonial itu.