Bandung bukanlah yang pertama. Dua puluh tahun setelah Staats Spoorwagen membangun jalur kereta api di Semarang, barulah kemudian Bandung dilirik. Bukan salah Bandung. Memang harus jujur dataran Priangan adalah medan berat serba sulit bagi pembangunan transportasi semacam kereta api, belum lagi dengan papas-papas gunung karang yang mengepungnya.
Bahkan sebuah tantangan terbesarnya pun melegenda, Gunung Keneng di Desa Cibokor. Gunung yang menghadang lintasan kereta api tersebut dikerok dengan teknologi abad 19. Dilubangi di kedua sisinya. Hingga akhirnya membentuk sebuah terowongan yang membuka laluan menuju Bandung dari Buitenzorg, alias Bogor.
Namanya Terowongan Lampegan.
“Lamp pegang! Lamp pegang!” perintah Van Beckman menyuruh pekerjanya memegangi lampu yang dia jinjing, sementara sang mandor berjingkat menyusuri terowongan anyar itu. Lampegan menjadi nama tenarnya di kemudian hari.
Begitu bangganya Van Beckman terhadap buah karyanya hingga setuntas terowongan tersebut, pesta pun digelar. Kelompok seni ronggeng Nyi Sadea diundang untuk menghibur para meneer londo dalam pesta semalam suntuk. Legenda desa berkisah, konon sepulang dari acara tersebut Nyi Sadea memasuki terowongan Lampegan dan tidak pernah keluar lagi.
Demikianlah pembangunan kereta api Tatar Pasundan penuh cerita. Terhubungnya Bandung dan Batavia melalui jalur Sukabumi menandai sebuah ikatan baru antar kedua kota. Walaupun pada kemudian hari jalur tersebut lambat laun dinomorduakan semenjak semakin aktifnya jalur yang dirajut melalui Purwakarta.
Sejarah mencatat bahwa terhubungnya jalur kereta api Bandung dengan Batavia adalah titik tolak pembangunan infrastruktur Kota Kembang, terutama hotel-hotel tuanya. Bahkan rumor soal akan dipindahkannya pusat pemerintah dari Batavia ke Bandung membuat sejumlah organisasi mulai boyongan, salah satunya adalah kantor pusat Staats Spoorwagen yang pindah ke Babakan Ciamis.
Seratus tahun lalu berlalu. Saya kembali menapak tilas jalur bersejarah itu. Dan memang, lintasan kereta api Bandung masih ramai seperti yang sudah-sudah.