Ternate dan Tidore seyogyanya sanggup menjadi kesultanan yang sangat makmur, andaikan saja waktu itu mereka tidak menghabiskan harta kekayaan mereka untuk saling menembakkan meriam ke satu sama lain. Pada abad penjelajahan samudera, monopoli rempah-rempah tak ubahnya monopoli minyak pada era modern. Sebuah keuntungan besar bagi dua kesultanan yang mendominasi tanah molukas ini lantaran pada masa tersebut rempah-rempah hanya dapat ditemukan di kepulauan ini.
Kekayaan mengundang kehadiran bangsa-bangsa asing. Adalah Portugal dan Spanyol yang masuk ke tanah ini hanya berselisih satu tahun lewat. Keduanya berperang sengit untuk memperebutkan hak menguasai arkipelago Maluku yang membuat Ternate dan Tidore terseret ke dalam arus sengketa ini. Portugis bersama Ternate berperang melawan Spanyol bersama Tidore.
Dan demikianlah Kesultanan Ternate maupun Kesultanan Tidore yang menerima pemasukan luar biasa dari perdagangan rempah-rempah tidak pernah berhasil untuk mengangkat perekonomian mereka. Keduanya sibuk mendanai perang yang sejatinya tidak pernah tuntas itu. Meskipun di luar sana ada dua kesultanan lain yang mendiami kepulauan ini yaitu Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan, namun keduanya terlalu lemah untuk bisa dianggap signifikan dalam konflik sinting dua raksasa ini.
Pada masa puncak perdagangan rempah-rempah, kedua kesultanan menguasai wilayah yang sedemikian besar. Ternate menaungi wilayah Maluku ke barat hingga Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Kepulauan Banggai. Sementara Tidore meluas jauh ke timur hingga wilayah vogelkop atau kepala burung Papua.
Menjelang penghujung abad ke-16, Portugal dan Spanyol terusir dari tanah Maluku. Namun kebebasan tidak bertahan lama lantaran Belanda kemudian masuk dan mendominasi seluruh perdagangan di tanah ini. Pada saat bersamaan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore meredup di bawah kekuasaan kompeni.
Pagi ini Awhy mengantarkan saya berkeliling di Pulau Ternate, pulau kecil yang hampir seluruh wilayahnya berada di bawah naungan Gunung Gamalama ini masih menyimpan sejuta pesona. Tidak ada kesan mendalam bahwa dahulu kala di tanah ini pernah ada sebuah kesultanan yang begitu digdaya menguasai lautan luas di Indonesia Timur.
Ternate sendiri sempat menjadi ibukota provinsi juvenil Maluku Utara untuk waktu yang sangat singkat, sebelum akhirnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tongkat komandonya dicabut dan diserahkan kepada Kota Sofifi di Pulau Halmahera. Namun Kota Ternate sendiri tidak pernah sepi. Kota ini terus berdenyut seakan berusaha kembali membangkitkan kejayaan masa lalunya.