Setelah menyantap coto dan pallubasa, Rudy mengajak saya berburu konro. Entah makan siang tiga kali seperti ini normal baginya atau hanya karena kebetulan saja saya sedang berkunjung. Siang itu juga kami berdua singgah di rumah makan konro di Karebosi, yang menurutnya paling enak di Makassar.
Tempatnya ramai. Jelas. Apalagi ini jam makan siang. Bahkan karena tidak kebagian tempat duduk, kami harus naik ke lantai dua dan mendapatkan satu meja kecil di sudut ruangan.
Jadi ini yang namanya konro bakar. Daging iga sapi yang masih menempel pada tulang-tulangnya, dibakar dan dilapis bumbu kacang dan bawang goreng. Tekstur dagingnya jauh dari alot dan gampang dipisahkan dari tulangnya. Selain konro bakar, ada pula sop konro segar dan beraroma rempah-rempah kuat menyengat. Menariknya, meskipun saya sudah makan siang dua kali hari ini, namun konro bakar ini masih terasa enak.
Sop konro muncul lebih dahulu. Konro bakar adalah modifikasi yang muncul belakangan. Sayangnya hari ini saya sedang tidak berambisi untuk bicara seputar filosofi makanan ini. Saya sudah sangat puas dengan tiga makan siang yang baru saja tuntas.