Tidak banyak yang dapat dilakukan Pangeran Purbaya. Kakaknya, Sultan Haji, bertempur habis-habisan melawan ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa. Darah tidak selalu lebih kental daripada air. Belanda mengangkangi sengketa keluarga ini untuk sebuah penyerbuan masif ke Istana Surosowan. Kraton yang menjadi jantung pemerintahan Banten Lama itu dibumihanguskan hingga rata dengan tanah.
Pangeran Purbaya lari dan menjalani kehidupan yang menderita di Gunung Gede. Sementara sang ayah dijebloskan ke penjara di Batavia hingga akhir hayat.
Puing-puing Kraton Surosowan adalah jejak sejarah kelam Banten. Bagaimana Sultan Haji, dibantu oleh bala tentara Francois Tack, menghancurkan kerajaan ayahnya sendiri. Hingga kini kraton ini nyaris tidak berbentuk, dengan sisa-sisa tembok bata rapuh yang sudah ditumbuhi perdu.
Lebih menarik lagi, pintunya digembok. Jadilah saya terpaksa memanjat dinding kraton untuk bisa masuk ke dalam. Kondisi bagian dalamnya pun tidak lebih baik. Beberapa lorong batu yang saya telusuri sudah setengah runtuh, sisanya lembab dan singup. Tidak banyak yang mampu saya lakukan selain memotret beberapa sudut kraton yang sebenarnya sudah tidak berwujud.
Legenda menyatakan bahwa, sejak Sultan Haji merampas takhta Banten, dibangunlah terowongan dari Kraton Surosowan menuju Benteng Speelwijk yang tidak jauh jaraknya. Terowongan itu digunakan oleh sultan yang bergelar Abu Nashar Abdul Qahar itu untuk berhubungan dengan pejabat Belanda. Namun benar atau tidaknya legenda tersebut, saya tidak tahu. Setidaknya jika benar maka sisa-sisa terowongan itu sedikit banyak pasti masih ada.