Tujuan pertama Nasi Jamblang Ibu Nur menyambut kita di luar ekspektasi dengan limpah ruah tamu yang seakan-akan belum makan sejak minggu kemarin. Antrean membludak hingga ke tengah jalan. Mira dan saya pun menyerah. Kami mencoba mencari opsi kedua untuk menjajal kuliner khas Cirebon dan pilihan pun akhirnya jatuh kepada Nasi Jamblang Mang Dul.
Tidak jauh dari lokasi Nasi Jamblang Ibu Nur, Nasi Jamblang Mang Dul ini juga punya rating lumayan tinggi di TripAdvisor sehingga kami berdua pun memutuskan untuk mencobanya. Beruntung ternyata rumah makan ini tidak seramai restoran yang sebelumnya.
Nasi jamblang atau sega jamblang adalah makanan khas Cirebon. Lahir dari riuhnya Pantura, nama Jamblang sendiri berasal dari nama sebuah desa yang merupakan kawasan asal para pedagang nasi ini. Karakter utama dari kuliner ini adalah penggunaan daun jati sebagai pembungkus dari makanan yang dihidangkan secara buffet.
Saya sendiri mencoba untuk agak praktis, memilih beberapa menu sederhana seperti ikan, telur, dan cumi-cumi. Nasi pun dihidangkan, kami membayar, dan mencari meja di lantai atas. Nasi jamblang serupa dengan hidangan-hidangan khas Pantura lainnya, yang mulai marak pada medio 1970-an dan banyak yang singgah ke warung ini untuk sekedar nostalgia selera tempo dulu.
Selain nasi jamblang, kami juga menyempatkan diri untuk mencoba empal gentong, yang juga merupakan kuliner klasik Cirebon. Dua yang paling tenar di Cirebon adalah Empal Gentong Haji Apud dan Empal Gentong Krucuk. Lantaran lokasi hotel yang berdekatan dengan Krucuk, jadilah kami memutuskan untuk mencoba makan pagi di Empal Gentong Krucuk.
Empal gentong serupa dengan gulai yang dimasak dengan menggunakan kayu bakar dari pohon mangga di dalam periuk tanah liat. Daging yang digunakan untuk komposisi adalah usus, babat, dan daging sapi. Kemudian setelah dimasak, makanan ini dihidangkan dengan kucai dan sambal kering yang dapat dimakan bersama nasi atau ketupat.