Santap Malam Serba Ikan

Langit senja yang muram mendadak redup dan kemudian gelap. Belum pukul tujuh namun Kota Kolonodale seakan-akan sudah melesak ke dalam peraduan. Pendar-pendar cahaya lampu sepeda motor hanya sesekali terlihat di tikungan jalan, kemudian lenyap di kaki bukit.

Novi dan saya melewatkan malam duduk bersama di rumah Pak Gatot, sebuah rumah sederhana yang didesain nyentrik dengan segala dekorasi artistik meriah di setiap sudutnya. Di sana kami berbincang banyak ihwal rencana untuk esok hari, tentang apa yang akan kami lakukan selama sehari penuh.

“Sepertinya sudah terlalu larut dan kita belum makan malam,” ajak Pak Gatot kepada kami berdua, “Mari ikut saya untuk makan ikan bakar, kalian harus coba ikan bakar khas Morowali.”

Tidak salah. Kuliner meamng selalu menjadi bagian dari perjalanan-perjalanan saya selama ini, tentu tidak terkecuali dengan perjalanan ke Morowali kali ini. Adapun saya sendiri masih kesulitan untuk mendapatkan informasi yang mencukupi perihal delikasi khas Morowali, atau lebih-lebih Kolonodale.

Sepeda motor digeber beriringan, kami melewati sebuah tikungan yang berada di ambang sebuah pasar malam. Sepeda motor diparkir di depan rumah makan kecil yang nampak sibuk.

Ikan bakar adalah delikasi kardinal masyarakat Morowali Utara. Dengan kekayaan lautnya yang melimpah, dari ikan putih hingga ikan cakalang menjadi komoditas yang paling mudah didapatkan. Jangan heran apabila kemudian kuliner ikan-ikanan menjadi salah satu menu paling lumrah di kabupaten yang baru mekar tiga tahun silam ini.

“Sudahlah, kita makan saja dulu,” ajak Pak Gatot yang berdarah Jawa-Mori, “Soal besok bagaimana, biar kami yang mengaturnya. Tidak usah khawatir karena semuanya sudah dipersiapkan untuk kalian.”