Berapa Pintu Lawang Sewu?

Kernet bus adalah orang pertama yang tentunya akan menolak apabila salah satu pintu Lawang Sewu ditutup pakai semen. Sebab dari sebiasanya dia berteriak, “Lawang Sewu! Lawang Sewu!”, nanti dia harus susah payah untuk berteriak “Lawang Sangang Atus Sangang Puluh Sanga!”.

Lelucon goblok itu sempat tenar di ibukota Provinsi Jawa Tengah ini pada medio 1990-an. Tetapi apakah benar Lawang Sewu punya seribu pintu? Rasa-rasanya sih tidak. Ada kebiasaan etnis Jawa untuk menukar kata banyak dengan kata seribu. Kasusnya sudah terjadi dalam contoh “nuwun sewu”, “cemoro sewu”, hingga “candi sewu” yang sudah barang tentu jumlahnya jauh dari seribu.

Lalu bagaimana dengan Lawang Sewu, bangunan kondang di jantung Kota Semarang ini?

Pada mulanya ia adalah gedung kantor pusat perusahaan kereta api Hindia Belanda, Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij. Barangkali karena obsesi arsiteknya terhadap pintu, bangunan dua sayap ini mempunyai banyak sekali pintu. Ditengarai terdapat sebanyak 429 pintu di Lawang Sewu dengan daun pintu mencapai seribu dua ratus biji lantaran sebagian pintu menggunakan desain empat daun pintu.

Hari-hari awal Lawang Sewu dijalani juga sebagai tempat tinggal teruntuk para pegawai jawatan perkeretapian Belanda. Yang kemudian pada era penjajahan Jepang, bangunan ini dialihfungsikan sebagai penjara. Pasca-kemerdekaan, Republik Indonesia mengembalikan fungsi Lawang Sewu sebagai kantor pusat kereta api, namun sekarang fungsinya sudah berubah menjadi museum.

Dari latar belakangnya yang digunakan sebagai penjara itulah kesan Lawang Sewu yang berarsitektur nyentrik ini pun menjadi angker. Pada beberapa acara stasiun televisi nasional, gedung ini pernah digunakan sebagai arena uji nyali. Bukan saya mau membahas soal afdol atau dungunya pemanfaatan seperti itu, memang desain Lawang Sewu secara anekdotal diciptakan untuk para hantu urban.

Siapa bisa membantah, menyusuri jelujur lorong-lorongnya yang kembar itu serasa bak menjelajahi sebuah terowongan tanpa ujung. Terlepas dari angker atau tidaknya, Lawang Sewu acap membuat saya sedih. Dinding-dinding kusam yang menyangga langit-langit muramnya yang tinggi terlihat mulai rusak dan terlupakan. Entah sampai kapan Lawang Sewu bisa bertahan.