Gelap Pekat Malam Terakhir

Cahaya lilin menari-nari liar tertiup desir angin hutan. Seperti sebiasanya, Kersik Tuo gelap gulita lantaran mati listrik semenjak sore tadi. Gunung Kerinci dan hampar luasan perkebunan teh yang siang tadi nampak apik kini sudah sama sekali tidak terlihat. Jalan kecil yang ada di depan rumah makan ini pun terlihat muram, hanya ada setitik cahaya dari warung di seberang sana.

Malam ini malam terakhir kami di tataran Kerinci. Baik Wahyu dan saya akan segera melanjutkan perjalanan panjang menuju Padang di malam buta ini.

“Pokoknya kalau bapak sudah lewat Kayu Aro, berhenti di tugu macan ya,” pinta saya setengah berteriak lantaran buruknya sinyal telepon seluler, “Kasih tahu kami saja jika sudah beranjak dari Sungai Penuh. Biar kami langsung bersiap-siap.”

Butuh satu jam dari Sungai Penuh untuk mencapai desa kecil ini, namun setiap kendaraan yang menuju ke Padang pasti akan selalu melewati Kersik Tuo. Setidaknya satu jam lebih dari cukup buat Wahyu dan saya untuk mengisi perut di warung kecil ini. Selebihnya adalah duduk diam menatap kegelapan sambil membahas entah apa.

Udara dingin berhembus. Cahaya lilin menari-nari liar. Sepasang sorot lampu benderang nampak dari kejauhan, mobil yang akan membawa kami sudah tiba.