Menciduk Mata Air Mutis

Di antara gunduk-gunduk bukit yang berselimut rumput itu terselip sebuah jeram. Untuk mencapainya saya harus merosot turun menyusuri petak-petak rumput yang curam nyaris vertikal. Dua puluh meter dalamnya. Di bawah sana sungai kecil dengan gemericik airnya terlindung dari pekatnya kabut, mengalir dari hutan rimbun di sebalik bukit.

Tidak. Saya tidak ada minat untuk menelusuri dalamnya rimba belantara Gunung Mutis. Dalam cuaca yang tidak menentu seperti ini, hal tersebut boleh dikata terlampau beresiko. Saya hanya ingin memuaskan hasrat untuk minum dari mata air yang mengalir jernih dari selipan gunung ini dan merendam kedua kaki di ambang dingin air pegunungan yang mengatapi Pulau Timor ini.

Jeram ini terletak di sela-sela bukit, tepatnya di antara dua tebing kecil yang mengapitnya. Menuruni kedua sisi bukit sedalam lima belas meter dengan merosot pelan-pelan mungkin bukan cara yang benar namun setidaknya bagi saya itu cara paling mudah. Sampai di bawah sana saya melihat jeram yang dimaksud oleh Pak Mateos Anin, ukurannya tidak terlampau besar hanya selebar dua meter dengan air jernih yang senantiasa mengalir riang.

Saya melepas alas kaki kemudian merentangkan kedua kaki untuk menapak pada kedua batu yang jaraknya selebar bahu. Kemudian merunduk dan menciduk air dengan kedua tangan. Dingin.

Jauh di hadapan saya terhampar hutan lebat dengan pepohonan rimbun yang dibelah oleh sungai kecil tadi. Entah airnya mengalir hingga ke mana, barangkali jauh ke bawah sana. Saya duduk di atas sebuah batu besar, melepas lelah, sembari merendam kedua kaki di tengah dinginnya aliran air yang membuat kedua kaki ini nyaris mati rasa.

Tidak jauh dari saya, Pak Kapolres bersama Pak Mateos Anin nampak sibuk menjalankan ritualnya. Saya tidak mendekat karena enggan untuk mengusik, namun dari kejauhan saya bisa melihat ritualnya serupa dengan adat Hindu di Bali yang mana sesajen dalam bentuk piring anyaman daun pisang diletakkan di ambang mata air.

Gemericik air adalah satu-satunya yang memecah keheningan Mutis pada siang ini, berbaur dengan udara dingin yang mencekat. Saya kembali mengambil air, membasuh wajah tiga kali, dan meneruskan perjalanan masuk ke hutan lebih dalam lagi.