Sumatera Selatan adalah provinsi yang beruntung, direndam di dalam kekayaan budaya dan peradaban yang melimpah ruah. Region yang terletak di sempadan timur Sumatera ini pernah menjadi episentrum talasokratis Sriwijaya, yang kuasanya membentang luas menaungi hingga Semenanjung Malaya. Bahkan jauh sebelum itu, luasan tanah ini sudah menjadi lahan huni manusia era megalitikum.
Untuk mencapai Museum Balaputra Dewa, kami harus menyusuri jalan-jalan sempit mengikuti lekukan terdalam pesisir Palembang. Sebuah perjalanan yang tak sia-sia. Museum provinsi ini menyimpan nyaris empat ribu artefak koleksi peninggalan peradaban manusia di Sumatera Selatan.
Pusat peradaban Sumatera Selatan pada zaman megalitikum adalah Pagaralam. Kota yang terletak di lereng pegunungan itu menjadi lokasi penemuan bejibun batu-batu peninggalan manusia purba. Diawali patung batu yang menggambarkan seorang manusia menunggang kerbau hingga patung manusia yang terlilit ular. Bentuknya yang kasar dan sederhana mengesankan usianya yang begitu tua.
Barulah ketika Imperium Sriwijaya mendominasi Asia Tenggara, pusat peradaban manusia berpindah ke Palembang hingga saat ini. Dari era Sriwijaya inilah ditemukan berbagai arca Hindu Buddha dan prasasti berusia lebih dari satu milenium, tersimpan rapi berjajar di tiap sudut ruangan. Hubungan akrab antara Imperium Sriwijaya dengan Dinasti Tang di Tiongkok menghasilkan peninggalan keramik dan porselain yang melimpah ruah.
Dari era Sriwijaya hingga masa modern, Sumatera Selatan terlebih dahulu memasuki periode kesultanan Islam yang menyisakan banyak peninggalan berupa tenun songket dan ukir-ukiran.
Perlu waktu satu jam untuk menuntaskan perjalanan mengitari museum yang sedemikian menarik minat saya ini. Alya melempar isyarat kepada saya untuk segera melanjutkan perjalanan ke beberapa museum berikutnya. Tujuan kami berikutnya adalah tepian Sungai Musi, di sisi Benteng Kuto Besak.