Tiga pan pizza digelar, kemudian kami makan seperti orang udik. Sepanjang boulevard Manado pada malam Natal itu begitu riuh, penuh dengan pengunjung mall penikmat belanja. Jangankan mencari ruang untuk berdelapan, untuk sepasangan pun susah bukan main. Jadi boleh dibilang kami cukup beruntung mendapatkan kursi di restoran Pizza Hut pada malam yang meriah ini.
Ransel besar saya letakkan di kursi. Saya disibukkan dengan potongan-potongan besar pizza tuna sementara Uwais bercerita dengan menggebu-gebu ihwal penyelaman yang baru saja dilakukan di selepas Bunaken. Bagi Randy, Haidir, Leon, dan keluarganya ini tidak ubahnya malam-malam Natal yang sebiasanya, hanya ditambah dengan kehadiran seorang pejalan dari Jawa. Sementara untuk Merryskhe ini adalah pertemuan kami yang pertama, perkenalan di restoran.
Kami pungkas sebelum tengah malam. Leon kesulitan mencarikan taksi untuk kami, lantaran di Manado jumlah Blue Bird masih sangat terbatas katanya. Menurut saya sih ini lebih karena soalan malam Natal yang memang menjadi puncak tumpah ruahnya masyarakat Manado ke jalanan. Perihal kapasitas taksi sih saya rasa tidak akan kurang apabila kita bicara soal kondisi normal.
Satu jam kemudian barulah kami mendapatkan taksi yang ditunggu-tunggu. Perjalanan melintasi boulevard Manado di tengah malam Natal ternyata harus dihadapkan dengan kemacetan yang tidak karuan. Siapa sangka bahwa masyarakat Manado belum juga menutup malamnya selarut ini. Saya hanya bisa termenung memandangi pendar-pendar cahaya lampu sorot di sepanjang pantai, sementara taksi berjalan sejengkal demi sejengkal.