Jalan beraspal itu sesungguhnya sudah setengah rusak. Ketika Ian menggeber sepeda motornya menguntit truk-truk Cemindo yang melintasi pesisir selatan Provinsi Banten, saya hanya berharap hujan tidak turun. Tidak terbayangkan apabila hujan mengguyur hamparan aspal bolong-bolong yang sudah setengah bercampur tanah sementara kami harus berjibaku di lintasan yang ramai oleh truk-truk semen.
Beruntung siang itu cuaca relatif bersahabat.
Di tepi Bayah, sebuah desa yang terletak pada Kabupaten Lebak, terhampar lusinan pantai. Sedikit di antara mereka berpasir putih, sebagian besar bertekstur batu karang yang berlumut. Tidak jauh dari sebuah tikungan di tepi pantai kami menghentikan sepeda motor untuk sekedar meluruskan kaki.
Bayah punya banyak pantai yang elok. Meskipun bukan tipikal pantai yang cocok untuk berjemur atau berenang, undak-undak batu karang yang membentengi daratan selatan Banten dari Samudera Hindia adalah daya tarik fotografi tersendiri. Sore itu hanya ada sepasang nelayan di pantai tanpa nama yang kami kunjungi di Bayah, mereka sibuk membereskan jala yang mbundhet di lambung perahu.
“Dapat ikan banyak kalau melaut di sini, Pak?” tanya saya tiba-tiba yang agak mengagetkan mereka.
“Nggak oke, Cep,” jawab bapak nelayan itu sambil nyengir, “Mungkin banyak tetapi ikannya kecil-kecil. Biasanya memang tidak banyak yang melaut dari sini, agak kurang bersahabat.”
Saya tersenyum kemudian berlalu meninggalkan mereka. Memang sepertinya ini bukan lokasi yang cocok untuk melakukan kegiatan apapun selain memotret. Begitulah kira-kira.