“Uwais dulu jalan kaki ke sini,” lagi-lagi Onie menyebut nama itu. Uwais Al-Qarni, teman lama saya yang juga seorang pengembara modal melarat memang begitu menggilai Sulawesi. Tidak aneh apabila seluruh petualang Sulawesi seakan-akan mengenal si begawan jalan-jalan itu. Terlebih di Majene, tempat di mana Uwais mengenyam tiga bulan perjalanan di satu kabupaten.
Baru siang ini saya berkenalan dengan Onie, anak Majene berdarah Jawa. Dari perkenalan singkat itulah kemudian Onie mengantar saya ke pantai berbatu karang putih ini.
Pantai Dato sepintas mempunyai struktur mirip Tanjung Layar di Sawarna. Karang-karang menyelimuti seluruh ambang airnya, menyisakan badan pantai yang sempit untuk pasir putihnya. Dua bukit karang mengapit pantai ini membentuk sebuah tangkup. Onie mengajak saya memanjat salah satu bukit batu karangnya. Dari atas kami melihat lanskap Majene terhampar jelas di seberang utara.
“Majene punya banyak teluk yang bagus,” pesan Uwais, “Luangkan waktumu berkunjung ke sana.”
Uwais benar. Sayangnya saya tidak punya banyak waktu. Namun Pantai Dato sudah cukup memungkas hasrat saya untuk membuktikan keindahan perairan barat Sulawesi ini.
Matahari sudah agak rendah pada waktu kami berdua menuruni bukit. Onie mengisyaratkan agar kami meninggalkan tempat itu karena ada tempat menarik lainnya yang harus saya kunjungi. Saya mengambil sejumlah gambar dan meninggalkan Pantai Dato menuju ke kota Majene. Sementara matahari bersinar rendah di barat, menyorotkan cahayanya yang membayang apik di sela-sela karang.