Apa sih ukuran normal? Entahlah. Namun yang jelas ukuran semut yang ada di Pondok Tanggui tidak masuk ke dalam kategori normal dari sudut pandang ilmu persemutan manapun. Pasalnya ukuran semut hutan ini sebesar ibu jari orang dewasa. Jika menggigit kurang tahu seperti apa bengkaknya, mungkin sebesar bola tenis, dan seperti apa sakitnya.
Inilah Pondok Tanggui. Salah satu dari sekian banyak pemberhentian kami di Tanjung Puting. Destinasi yang sekali lagi kami gunakan untuk mengunjungi area feeding orangutan.
Sayang seribu sayang, lantaran keasyikan berkeliaran di hutan, kami datang terlambat. Ketika kami tiba di area feeding, orangutan sudah menuntaskan makan siang dan kembali ke sarangnya. Meski demikian visitasi singkat ke Pondok Tanggui ini menyisakan banyak pengalaman baru, mulai dari menginvestigasi tetumbuhan paku-pakuan hingga bertemu dengan semut raksasa tadi.
“Orang di sini suka merajut topi dari paku-pakuan,” jelas Pak Donny. Kemudian diambilnyalah beberapa helai dedaunan dan mulai menyatukan menjadi sebuah topi kerucut. Saya mengambil topi tersebut dan mengenakannya di kepala. Ternyata memang cukup efektif untuk menangkal sinar matahari.
Setapak itu berpasir putih, entah kenapa. Tetumbuhan paku-pakuan yang mengapitnya begitu rendah tidak memberikan keteduhan sama sekali. Jadilah siang itu paparan cahaya matahari menjerang langsung penampang kepala kami, belum lagi tanah berpasir putih yang seakan memantulkan panas kembali ke udara. Lengkap sudah.
Memang panas. Namun kami tidak begitu peduli, kami berdelapan asyik bercengkerama di jalan sembari memain-mainkan topi daun paku yang baru saja dirajut. Perjalanan masih panjang.