“Maaf. Mercusuar sedang dalam perbaikan,” ucap petugas penjaga. Singkat. Selesai. Pupus sudah harapan kami bersepuluh untuk bisa berfoto-foto dari atap menara historis di pulau kecil ini.
Pulau Lengkuas namanya. Senama dengan bumbu dapur. Kecewa jelas, namun tanpa adanya mercusuar pun pada dasarnya pulau ini sebenarnya sudah sangat fotogenik. Batu-batu granit masif terpapar di sisi pantainya, sementara tidak terlihat banyak orang di sana sehingga memungkinkan para banci kamera ini untuk berfoto-foto dengan liar.
Saya tidak ingin membahas aktivitas perpotretan kami, saya lebih tertarik kepada Pulau Lengkuas dan segala kisah yang ada di baliknya. Tersebutlah nama Chance Brothers & Co, sebuah perusahaan Inggris yang berkantor di kota Birmingham, sebagai perancang mercusuar ini. Dua abad lamanya barang Inggris ini masih berdiri kokoh meskipun permukaannya dipenuhi bercak karat.
Pada puncak menaranya, terdapat lampu suar yang masih beroperasi. Sementara jendela pada setiap lantainya dipasang berselang-seling, dengan setiap lantai mempunyai jendela yang menghadap ke arah berlawanan. Dikarenakan usianya yang sudah tua, beberapa anak tangga yang telah lapuk harus ditopang dengan batang-batang kayu seadanya.
Petugas penjaga mercusuar menjelaskan bahwa dulu di sana terdapat kolam mandi besar peninggalan Belanda yang sayangnya sekarang sudah rusak dikarenakan minimnya biaya perawatan. Bahkan tidak jarang kamar-kamar di dalam mercusuar ini digunakan sebagai ruang tahanan bagi para perompak yang tertangkap di sekitar perairan Bangka dan Belitung.
Saya menoleh ke arah teman-teman yang nampaknya sedang asyik berfoto. Segera saya mengucapkan salam kepada si bapak petugas untuk bergabung dengan teman-teman. Tentunya karena saya tidak mau ketinggalan terlalu banyak sesi pemotretan dengan para banci kamera itu.