Tiada yang lebih menggoda saya daripada jalanannya yang beraspal mulus. Melintasi paparan Pantai Senggigi pada sore hari di tengah basuh gerimis menjadi agenda perjalanan saya kali ini. Menyusuri paparan barat Pulau Lombok memang menggiurkan. Apa lagi kalau bukan lantaran jalan mulus yang menyisir tepian pantai dengan pemandangan memukau?
Gerimis tak mengurungkan niat saya untuk menggeber sepeda motor melintasi papar barat pulau ini. Meskipun beberapa saat saya terpaksa berhenti untuk mengenakan jas hujan, mencopotnya, dan kemudian memasangnya lagi lantaran cuaca yang terus berubah-ubah.
Saya berhenti di tepi sebuah jembatan kecil. Pucuk-pucuk bukit yang tadinya terlihat jelas di angkasa sekarang terbenam di balik balutan kabut tipis yang mengambang rendah. Saya melempar senyum kepada seorang kakek tua yang berada di sana, kemudian berteduh di dalam sebuah gubuk kecil beratapkan rumbia sembari menanti halimun kembali tersibak mengusir hujan yang membasuh tanah ini.
Perlu setidaknya setengah jam sebelum saya benar-benar memastikan angkasa kembali cerah. Dengan jaket dan celana panjang yang masih setengah basah saya pun kembali menggeber sepeda motor lebih jauh ke utara.
Jalan raya beraspal mulus membentang mengitari Pulau Lombok dari tiap sudut-sudutnya. Dari Pantai Senggigi saya berkendara melintasi Pamenang menuju ke Bayan yang terletak di hamparan utara. Secara tidak langsung sebenarnya jalan yang saya tempuh ini adalah usaha untuk memutari separo dari lingkar kaki Gunung Rinjani.
“Lanjut saja terus, Pak,” celetuk seorang pemuda yang saya ajak ngobrol di tepi jalan sepi Bayan, “Sebentar lagi belok kanan, ada Air Terjun Tiu Kelep dan Sendang Gile. Di sana bagus buat foto-foto.”
Saya hanya membalasnya dengan senyum. Entahlah. Bagi saya dalam perjalanan kali ini, tujuan akhir bukanlah sesuatu yang utama. Menikmati perjalanan dan hembus angin yang menerpa wajah jauh lebih selaras dengan kondisi emosi saya saat ini. Lupakan tempat-tempat indah itu, biarlah saya menikmati perjalanan ini.