Guide Ngasal Pura Jagatnatha

“Ya, itu barang kuno. Yang ini juga barang purba,” kata bapak itu dengan nada datar. Sepertinya dia memang tidak tahu apa-apa soal museum sunyi sepi yang terletak pas di samping Pura Agung Jagatnatha ini.

“Sudahlah, Pak. Yang penting bapak fotoin saya saja. Fotoin yang banyak,” gumam saya setengah menggerutu. Lagipula di belahan dunia mana lagi saya sanggup memperoleh pemandu yang sama sekali tidak paham objek wisata yang dia pandukan?

Pura Agung Jagatnatha belumlah seuzur kompatriot-kompatriotnya. Pura nan mulia ini dibangun delapan tahun setelah republik ini berdiri, sebagai tegasan Hindu monoteistik, altar penyembahan kepada Sang Hyang Widi, Tuhan yang Maha Esa.

Padmasana pura ini dibangun dari bongkahan karang putih dan terdiri dari singgasana kosong, melambangkan surga, pada punggung seekor kura-kura dan dua ekor naga, yang melambangkan pondasi alam semesta. Sementara pada seantero dinding relief kisah Ramayana dan Mahabharata tersebar merata. Di dalam kesehariannya, terdapat dua acara besar yang dilangsungkan di pura ini setiap bulan, yaitu acara wayang kulit menyambut bulan purnama dan bulan baru.

“Kalau acara biasanya ya mereka banyak wayang-wayangan begitu,” terang si pemandu berusaha menjelaskan sekenanya, “Tetapi saya juga kurang tahu ceritanya apa.”

Sambil menggerutu, saya menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan untuk si pemandu dan menyuruhnya pergi. Bapak itu hanya nyengir sambil berlalu. Di hadapan kaki menara pendek yang terdapat di pura ini saya duduk, Denpasar pagi ini begitu panas namun penjelajahan saya masih belum selesai.