“Tidak ada yang mekar sekarang, dua minggu lagi, Bang!” pesan singkat dari Pak Zul tersebut menyudahi niatan saya untuk membelokkan rute dari Pagaralam. Namun yang jelas dua minggu kemudian saya kembali ke Tanah Pasemah.
Bukan lagi Tanah Pasemah tujuan saya, melainkan Tanah Rejang. Tepatnya di Kepahiang. Perjalanan singkat dari tepi jalan memasuki kawasan hutan cagar alam membawa saya bertemu dengan Rafflesia arnoldii, sang raksasa yang sudah lama saya angankan untuk disua. Dan hari ini saya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk melihat puspa langka ini dengan mata kepala sendiri.
Adalah Louise Deschamps yang pertama menemukan spesimen bunga langka ini. Botanis berkebangsaan Prancis itu mendapati salah satu spesies dari bunga raksasa yang termasuk ke dalam spesies Rafflesia patma di Pulau Jawa. Bunga jingga yang punya ukuran sebesar panci itu terus terang menarik minat Sir Thomas Stamford Raffles dan botanis Inggris, Joseph Arnold. Keduanya mencari relasi puspa tersebut hingga sebuah ekspedisi ke Bengkulu berkat informasi dari orang-orang Melayu.
Di Bengkulu inilah mereka menemukan tetumbuhan Rafflesia yang kembangnya jauh lebih besar daripada temuan Deschamps di Pulau Jawa. Warnanya pun jauh lebih merah dan terang.
Tumbuhan langka puspa raksasa inilah yang kemudian dinamai Rafflesia arnoldii, sebagai pengakuan terhadap usaha pencarian yang dilakukan oleh dua penjelajah Inggris tersebut. Rafflesia sendiri tersebar di banyak wilayah Indonesia selain di Sumatera, sebut saja Rafflesia tuanmudae di Kalimantan dan Rafflesia patma di Jawa, namun yang punya ukuran sebesar gentong hanyalah Rafflesia arnoldii yang terdapat di Bengkulu.
Rafflesia arnoldii hidup di pesisir barat pantai Sumatera, mulai dari selatan Bengkulu hingga beberapa wilayah di perbatasan Sumatera Barat. Pada ukuran terbesarnya, diameter kembang ini dapat mencapai lebih dari satu meter dengan berat 11 kilogram. Bunga ini tumbuh begitu saja tanpa mempunyai batang ataupun dahan yang terlihat jelas, seakan-akan hanya bunga yang tumbuh langsung dari akar-akarnya.
Ada yang mengatakan bahwa puspa langka ini sudah hampir punah, utamanya lantaran ruang hidupnya semakin lama semakin sempit seiring dengan berkurangnya hutan Sumatera akibat rambahan manusia. Meskipun demikian, usaha untuk terus membudidayakan tanaman ini sedang gencar-gencarnya. Karena saya juga yakin, Bengkulu tidak mau kehilangan maskotnya.