Seberapapun dalamnya kantong anda, Bandung punya tawaran. Hotel-hotel menjamur di kota Bandung memenuhi setiap sudut kota dengan berbagai fasilitas dan kelas. Jumlahnya juga tidak main-main, tujuh ribu lima ratus kamar!
Bandung terang bukan pemain anyar di dunia pariwisata. Sejak era kolonial, promosi Bandoeng Vooruit berhasil mengangkat citra kota Priangan ini sebagai episentrum pariwisata yang mengguyurkan juta-juta gulden ke kantong pemerintah daerahnya. Jangan heran apabila pada medio Perang Dunia II, Bandung bertabur dua belas hotel kelas internasional di antaranya Hotel Grand Preanger, Hotel Lux Vincet, Hotel Schomper, Pension Benevunto, hingga Villa Isola yang kini menjadi gedung rektorat.
Namun di antara deret nama-nama besar tersebut, ada satu yang fenomenal, Savoy Homann. Hotel uzur yang terletak di Jalan Asia-Afrika itu awalnya menjadi favorit Preangerplanters, pengusaha perkebunan yang singgah di Kota Kembang. Hasil rancangan arsitek A.F. Aalbers itulah satu dari sedikit hotel yang berhasil bertahan dari gelombang nasionalisasi di awal masa kemerdekaan.
Kemerdekaan Indonesia tidak selalu membawa nasib baik kepada hotel-hotel renta. Sebagian besar yang semula menjadi kepunyaan pengusaha kolonial diambilalih oleh warga pribumi. Beberapa bertahan dan berevolusi, namun banyak yang bangunannya kemudian dirobohkan.
Savoy Homann adalah yang terselamatkan. Meskipun beberapa kali berpindah tangan, hotel bersejarah tersebut akhirnya dikuasai Bidakara Group pada awal dekade silam. Perjalanannya selama satu abad pun diwarnai penyambutan terhadap tamu-tamu dunia. Sebut saja Charlie Chaplin yang pernah menginap di hotel ini. Belum lagi Presiden Soekarno, Pandit Jawaharlal Nehru, dan Perdana Menteri Zhou Enlai.
Bolehlah Savoy Homann dianggap sebagai yang paling legendaris, namun pemegang rekor hotel tertua di Bandung ternyata adalah Hotel Surabaya. Hotel mungil yang terletak di Jalan Kebon Jati itu berdiri pada tahun 1884 dan hingga hari ini masih menerima tamu dengan nama baru, Hotel Gino Feruci.