Entah siapa yang mulai duluan. Yang jelas salah seorang dari kami nyeletuk ihwal dirinya menginginkan semangka segar di Gunung Semeru. Pernyataan anekdotal ini secara tidak terduga disambar oleh Pak Sugeng yang menjelaskan bahwa semangka akan ada di setiap pos menuju Ranu Kumbolo.
Semula saya menduga Pak Sugeng sedang bercanda. Namun ternyata benar. Baru saja kami tiba di pos satu Gunung Semeru dan di seberangnya terdapat sebuah kios penjual semangka.
Harganya pun unik, lima ribu untuk dua potong.
Para penjual semangka ini merupakan penduduk desa Ranu Pani. Semenjak lintasan pendakian Semeru ramai beberapa tahun belakangan, para pedagang mulai berdiam di sekitar pos untuk menjual semangka, air mineral, dan gorengan.
“Dengan semakin tenarnya pendakian Semeru,” kelakar saya kepada teman-teman, “Bukan tidak mungkin nanti akan ada restoran fast food! Selamat datang di McDonald’s Ranu Kumbolo.”
Mungkin saya eksageratif, berlebihan, namun jujur saja saya belum sanggup menyembunyikan keheranan saya mendengar pengakuan para pedagang yang membawa sendiri dagangannya dari Ranu Pani setiap hari. Naik turun gunung untuk dapat berjualan di jalur pendakian Semeru.
Semakin jauh ke dalam taman nasional, tanah berbatu semakin berkurang dan digantikan oleh lumpur padat. Sesekali kaki saya terperosok lantaran lumpur-lumpur kering runtuh ketika dipijak. Kekhawatiran saya hanya satu, apabila hujan melanda ketika tim ini masih dalam perjalanan maka bukan tidak mungkin kami harus berjibaku di atas lumpur.
“Sepertinya bakalan hujan,” tiba-tiba Pak Sugeng menimpali seakan-akan sanggup membaca isi pikiran saya, “Awan hitam sudah mulai terlihat di seberang sana.”