Satu lagi pembatalan dan saya pun mulai memaki diri sendiri. Setidaknya ada enam penerbangan tanpa kepastian yang harus saya tempuh untuk mencapai Sebatik dari Jakarta. Persinggahan awal di Balikpapan, kemudian Tarakan, dilanjutkan penerbangan singkat ke Nunukan, dan terakhir saya harus berkapal ke Sebatik.
Runyam. Mengingat luasnya Indonesia, tentu itu adalah hal yang wajar. Lebih runyam lagi ketika satu per satu penerbangan itu dibatalkan atau dipindahkan. Penerbangan langsung dari Jakarta ke Tarakan yang saya harap-harapkan ternyata hanya nihil. Lion Air mengalihkan penerbangan ke Balikpapan. Beberapa saat kemudian Kalstar membatalkan jadwal penerbangan saya ke Nunukan yang artinya saya harus berkapal dari Tarakan. Lengkap sudah.
Di tengah segala kerepotan, perjumpaan saya dengan Sepinggan untuk kesekian kalinya menjadi hiburan yang tidak terduga. Bandara yang pernah kerap saya singgahi beberapa tahun silam ini ternyata sudah sangat jauh berbenah. Tiang-tiang kayu raksasa yang menyangga atap panjang sudah tidak ada lagi, tergantikan oleh dinding-dinding metalik dan kaca-kaca berukuran raksasa.
Namun Sepinggan tidak kehilangan nuansa Dayak yang dulu begitu mentereng. Pada sepanjang lorongnya, ukir-ukiran Dayak dan lukisan dari etnis asli Kalimantan tersebut bertebaran. Meskipun perjalanan saya hari ini kacau balau, biarlah saya menikmati dahulu bandara ini. Apalah nanti.