“Terserah kalian mau naik ke sana tanpa menoleh, tanpa berkedip, tanpa bernapas, atau apapun,” kelakar si bapak petugas taman nasional sehari sebelum pendakian kami, “Saja juga tidak paham siapa yang mulai duluan dengan cerita aneh-aneh itu.”
Bapak itu bercerita ihwal Tanjakan Cinta, yaitu sebuah tanjakan dengan kemiringan enam puluh derajat yang berada tepat di wajah barat Ranu Kumbolo. Banyak kisah mitos yang membumbui keberadaan tanjakan ini terkait dengan namanya yang unik tersebut. Padahal konon keunikan nama tersebut diperoleh dari keberadaan tanjakan yang diapit dua bukit yang membentuk hati.
Salah satu mitos paling terkenal adalah bahwa para pendaki harus menaiki Tanjakan Cinta tanpa menoleh ke belakang. Apabila menoleh ke belakang selama pendakian, maka kehidupan cintanya akan mengalami patah hati.
Entah siapa orang iseng pertama yang mengawali anekdot selawak ini. Namun kami bersebelas memutuskan untuk mencoba tanjakan yang sangat melelahkan ini. Hasilnya hanya ada dua orang yang tidak menoleh ke belakang. Sisanya peduli setan gara-gara kami lebih tertarik berfoto-foto dengan latar belakang Ranu Kumbolo.
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah naik ke Tanjakan Cinta memang begitu melelahkan. Selain kemiringan yang tinggi juga tanah yang becek akibat hujan membuat pendakian ke atas bukit membutuhkan kesabaran dan tenaga ekstra.
“Konyol juga yang membuat mitos seperti ini,” sergah saya pada Fauzan dan Daniel, “Kamu lihat anjing kampung itu? Kita bikin mitos baru saja. Bahwa siapapun yang ke Ranu Kumbolo tetapi belum memberi makan si Anjing Cinta maka kehidupan cintanya akan penuh derita.”
Yang jelas Tanjakan Cinta adalah salah satu lintasan pendek paling masyhur di Semeru. Bahkan kini sang tanjakan harus menjadi korban ketenarannya sendiri. Tanjakan yang dahulu mempunyai dua jalur utama ini, kini sudah dihiasi oleh delapan jalur lantaran banyaknya pendaki yang mencoba membuat lintasan sendiri.
“Alternatifnya lewat sebelah sana,” kata Pak Sugeng, “Pemandangannya lebih indah dan naiknya tidak terlalu curam. Yang di sini lama-lama rusak gara-gara pecinta mitos.”