“Airnya asin!” teriak saya sambil terbahak-bahak kepada Dito yang sedang tiduran di teras.
Perhentian di kotej kecil Gili Trawangan adalah berkah. Pasalnya sudah dua hari terakhir kami habiskan di perjalanan tanpa kesempatan mandi. Sudah barang tentu tempat pertama yang kami sasar di pondok ini adalah kamar mandi. Lantaran saya menang hom pim pah, Dito harus rela mandi belakangan.
Kamar mandi medioker berdinding bata berlumut dengan pipa pancuran sekenanya itu ternyata adalah Kamar Mandi Air Asin. Percaya tidak percaya, meskipun saya sering mandi air asin, namun baru kali ini saya mendapatinya di dalam kamar hotel. Atau mungkin saya traveler kurang piknik.
Air tawar adalah komoditas mahal di Gili Trawangan. Dipasok dari Pulau Lombok melalui kapal barang, air tawar dikemas dalam drum-drum yang bisa dibeli secara eceran. Tentu saja untuk pejalan melarat semacam kami berdua, ini bukan opsi. Jadilah kami menikmati pemandian air asin yang notabene malah membuat kulit semakin lengket dan terasa seperti asinan Bogor.
Ah, tetapi tentu saja khusus untuk menyikat gigi, kami punya stok air mineral.