Hujan gerimis mendera seluruh wilayah Manado satu hari usai Natal. Bukan jadi masalah lantaran mayoritas warga Manado baru saja melewatkan malam panjang untuk pesta Natal, sangat besar kemungkinan mereka pagi ini masih tidur. Namun untuk saya, sarapan pagi adalah entitas yang tidak terkait dengan aktivitas apapun yang saya lakukan pada malam sebelumnya. Singkat kisah, pokoknya saya mau makan.
Haidir dan Randy yang harus kena batunya. Mereka berdua terpaksa mengantarkan saya dengan sepeda motor di bawah gerimis. Beruntung kami tidak sampai basah kuyup ketika tiba di sebuah rumah makan kecil yang menjual masakan khas Manado, tinutuan dan milu siram.
Meskipun masih pagi, dan ini sehari setelah Natal, rumah makan penuh sesak. Barangkali lantaran orang-orang tidak bisa menemukan opsi lain untuk sarapan pagi, jadilah mereka tumplek blek ke kedai ini. Ukuran rumah makan yang hanya satu per tiga ruang kelas juga membuat kami harus berdesak-desakan untuk bisa duduk.
“Milu itu artinya jagung,” jawab Haidir padahal saya tidak bertanya apa-apa.
Sejatinya milu siram, atau sup jagung, adalah makanan kultural Gorontalo. Masyarakat Gorontalo juga biasa menyebut delikasi ini dengan nama binte biluhuta. Jagung yang sudah dipipil direbus bersama dengan bawang dan rempah, menghasilkan aroma menyengat. Sup jagung tersebut kemudian dihidangkan di dalam piring lebar dan dimakan hangat-hangat.
Selain milu siram, ada pula tinutuan atau orang biasa menyebutnya bubur Manado.
Apabila dibandingkan dengan milu siram yang berasal dari Gorontalo, tinutuan sebenarnya lebih dekat ke nuansa daerah ini gara-gara delikasi ini asli Manado. Tidak diketahui bagaimana asal usulnya, yang jelas pada dekade tujuh puluhan makanan ini tiba-tiba tenar begitu saja. Warung-warung bubur Manado menjamur di sepanjang jalan-jalan kota cantik ini dan menjadi hidangan pergaulan masyarakat.
Tinutuan selazimnya bisa disajikan dengan perkedel, ikan teri, sambal dabu-dabu, ataupun ikan cakalang. Atau bisa pula dicampur dengan bakmi atau sup kacang merah yang disebut brenebon.
Di samping milu siram dan tinutuan, sebenarnya ada satu dessert asli Kota Manado yang acapkali diabaikan asal-usulnya. Apa lagi kalau bukan Klappertaart.