Adalah Firma Hellerman, toko pertama yang dibangun di Jalan Braga. Toko yang punya dagangan mulai dari sepeda hingga senapan ini seakan menandai awal denyut perdagangan di salah satu jalan paling legendaris di Kota Bandung ini. Munculnya toko kelontong serba ada tersebut memicu lahirnya toko-toko berikutnya seperti Kleermaker August Savelkoul dan Horlogorie Stocker yang menjaja arloji.
Abad berganti abad hingga era republik, Braga senantiasa menjadi salah satu kawasan bisnis paling moncer di Bandung. Mulai dari apotek, toko bahan bangunan, percetakan, hingga penjual barang elektronik menghiasi paparan jalan ini beberapa dekade silam hingga akhirnya pamor Braga mulai meredup di medio 1980-an.
Kondisi jalan yang sempit dan tidak terlalu panjang tentu saja menjadi salah satu penyebabnya, habisnya tanah kosong untuk ekspansi bisnis membuat kawasan-kawasan bisnis lain di Bandung perlahan mulai tumbuh. Dengan toko-toko yang lebih modern dan luas, perlahan tapi pasti prominensi Jalan Braga mulai tergerus dengan kawasan-kawasan bisnis lain, sebut saja ruas Jalan Dago dan Jalan Buahbatu.
Pada penghujung tahun 1980-an, keadaan Braga bagaikan taman bunga berselimut perdu. Bangunan-bangunan tua berarsitektur art deco yang tersebar pada setiap sudutnya tertutup oleh papan reklame dan spanduk besar-besar yang dipasang oleh para pemilik toko demi mempromosikan bisnis masing-masing. Belum lagi baliho dan billboard mulai dari iklan rokok hingga iklan sepeda motor merampok sebagian jalan.
Beruntung pada tahun 1988, pemerintah kota mulai turun tangan. Papan-papan iklan dipapas, billboard ditertipkan, dan spanduk-spanduk diturunkan, jadilah wajah art deco Braga kembali muncul ke permukaan. Peristiwa ini dikenal dengan istilah “Braga Buka Topeng”.
Tiga puluh tahun berlalu semenjak Braga membuka topengnya. Jalan raya legendaris ini kembali berdenyut seiring dengan dibukanya kafe-kafe berarsitektur klasik di kanan kiri jalan, beberapa hotel berbintang juga mulai menghiasi sisi jalan, lengkap dengan pusat perbelanjaan modern Citiwalk, hingga toko-toko yang menjual barang-barang antik.
Pada setiap perjalanan ke Kota Bandung, saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk mengunjungi Braga. Duduk di sudut salah satu gerai kopi yang ada di tepi kiri jalan sembari menyelesaikan pekerjaan seakan menjadi sebuah kemewahan tersendiri, belum lagi ditambah sedikit rasa sentimen untuk bisa turut menjadi bagian dari denyut kehidupan di jalan bersejarah ini.